Contoh Skripsi (HUBUNGAN INTERTEKSTUAL SAJAK “NEGARA MAINAN” KARYA EKO SAPUTRA POCERATU DAN SAJAK “TRIAS POLITIK DI NEGERI RIMBA” KARYA REVELINO BERIVON NEPA DALAM PEMBERONTAKAN DARI TIMUR ANTOLOGI PENYAIR MALUKU)
HUBUNGAN INTERTEKSTUAL
SAJAK “NEGARA MAINAN” KARYA EKO SAPUTRA POCERATU DAN SAJAK “TRIAS POLITIK DI
NEGERI RIMBA” KARYA REVELINO BERIVON NEPA DALAM PEMBERONTAKAN DARI TIMUR ANTOLOGI PENYAIR MALUKU
SKRIPSI
OLEH
AGUSTINA ASRAN UNTAI
2017-35-054
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA
JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA DAN SENI
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS PATTIMURA
AMBON
2022
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Sebuah karya sastra lahir dari karya sastra lain sebagai sumber
penciptaan karya sastra. Tetapi saat proses penciptaan sebuah karya sastra, setiap pengarang
dalam penciptaan karyanya, tanpa disadari ia akan menciptakan karya yang mirip,
yang perna dibuat oleh orang lain pada periode sebelumnya. Kemiripan tersebut
bukanlah hal yang disengaja tetapi ada beberapa hal yang mirip dalam sebuah
karya, hal tersebut dapat terjadi karena adanya proses saling mempengaruhi.
Proses pengaruh tersebut terjadi karena adanya interaksi antara pengarang yang
satu dengan pengarang yang lainnya.
Untuk mengetahui
seberapa besar pengaruh pengarang
terhadap karya yang satu dengan karya yang lainnya, maka perlu adanya
pengkajian hubungan intertekstual
Adanya hubungan interteks
dalam karya sastra, tidak bisa dipungkiri sebab tidak ada sebuah karya sastra
manapun yang dapat berdiri sendiri.
Membaca dan menulis puisi
dapat dilakukan dengan berbagai cara melalui pengkajian hubungan
intertekstualitas. Hubungan intertekstualitas merupakan sebuah istilah dalam
penulisan sastra yang berprinsip, sebuah teks hendaknya ditempatkan
ditengah-tengah teks lain karena teks-teks lain sering mendasari teks yang
bersangkutan (Hartoko dan Rahmanto, 1986:67).
Sajak “Negara Mainan”
karya Eko Saputra Poceratu dan Sajak “Trias Politika di Negeri Rimba” karya
Revelino Berivon Nepa merupakan karya sastra yang memiliki persamaan dan
perbedaan. Persamaan dan perbedaan tersebut dapat dianalisis dengan menggunakan
kajian intertekstual. Tujuan kajian interteks
itu sendiri adalah memberikan makna secara lebih penuh terhadap karya
tersebut.
Eko Saputra Poceratu dan
Revelino Berivon Nepa adalah dua orang penyair Maluku yang puisinya sama-sama
termuat dalam Antologi Penyair Maluku Pemberontak
dari Timur, walaupun kedua pengarang ini berasal dari angkatan dan latar
belakang yang berbeda, tetapi mereka juga muncul sebagai provokasi perubahan
yang mengusung tema kerusakan hutan. Tidak heran puisi dan panggung sastra
menjadi media yang ikut merajut dan merawat lingkungan hutan. Rasa sayang pada
bumi kususnya hutan dan manusia tidak sekedar ditampilkan secara romantik.
Kedua pengarang ini mencurakan rasa sayang dengan pembelahan seperti pada kedua
puisi tersebut.
Sajak “Negara Mainan”
karya Eko Saputra Poceratu dan Sajak “Trias Politika di Negeri Rimba” karya Revelino Berivon Nepa merupakan karya
sastra yang memiliki persamaan yaitu korupsi dan penyelewengan kekuasaan oleh
para birokrat pemerintahan. Cerita kedua puisi tersebut menarik dari segi
penggambaran cerita yang begitu hidup dan cerita yang diangkat sesuai dengan
fenomena yang terjadi di masyarakat.
Adapun alasan peneliti
memilih kajian intertekstual karena peneliti ingin mengetahui hubungan
intertekstual yang terdapat pada kedua puisi tersebut. Dan alasan peneliti memilih kedua sajak tersebut
sebagai objek penelitian, yaitu (1) karena peneliti melihat bahwa kedua sajak
tersebut memiliki kemiripan pada setiap bait sajak tidak beraturan.; (2) kedua
sajak ini juga diciptakan oleh Eko Saputra Poceratu dan Revelino Berivon Nepa
yang sama-sama bergabung pada Bengkel Sastra Maluku; (3) kedua sajak ini
menceritakan tentang para birokrasi yang korupsi; dan (4) peneliti memilih
kedua sajak tersebut karena belum ada
yang perna meneliti.
Berdasarkan latar
belakang yang sudah diuraikan, peneliti mengambil judul penelitian ini yaitu
Kajian Intertekstual Sajak “Negara Mainan” Karya Eko Saputra Poceratu dan Sajak “Trias Politika
di Negeri Rimba” Karya Revelino Barivon Nepa dalam Antologi Penyair Maluku
Pemberontak dari Timur.
.
B.
Rumusan Masalah
Berdasarkan latar
belakang yang sudah diuraikan di atas, maka rumusan masalah yang terdapat dalam
penelitian ini yaitu “Bagaimanakah
hubungan intertekstual antara
Sajak “Negara Mainan” karya Eko Saputra Poceratu dan Sajak Trias Politika di Negeri Rimba” karya
Revelino Berivon Nepa” dalam Antologi
Penyair Maluku Pemberontak dari Timur?
C.
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan
untuk mendeskripsikan hubungan intertekstual antara Sajak “Negara Mainan” karya Eko Saputra
Poceratu dan Sajak “Trias Politika di
Negeri Rimba” karya Revelino Berivon Nepa dalam Antologi Penyair Maluku Pemberontak dari Timur.
D.
Manfaat Penelitian
1.
Manfaat Teoritis
a.
Hasil penelitian ini
diharapkan dapat menambah pengetahuan dan
wawasan bagi peneliti dalam perkembangan ilmu sastra khususnya
dalam mengkaji hubungan intertekstual
pada karya sastra puisi.
b.
Sebagai bahan rujukan
bagi mahasiswa lain yang akan melakukan penelitian lebih lanjut mengenai
hubungan intertekstual pada karya sastra puisi.
2.
Manfaat Praktis
a.
Hasil penelitian ini
dapat memberikan informasi kepada setiap pembaca pada umumnya mengenai hubungan intertekstual antara Sajak
“Negara mainan” Karya Eko Saputra Pecoratu dan Sajak “Trias Politika di Negeri
Rimba” Karya Revelino Berivon Nepa.
b. Diharapkan agar penelitian ini dapat memberikan manfaat bagi pengajaran sastra dalam bidang pendidikan, penelitian ini juga dapat digunakan sebagai referensi bagi guru bahasa dan sastra Indonesia untuk materi sastra khususnya kajian intertekstual puisi.
BAB II
PERSPEKTIF TEORITIS DAN KAJIAN PUSTAKA
A.
Perspektif Teoritis
1.
Pengertian Puisi
Hakikat puisi merupakan, satu pernyataan
perasaan serta pandangan hidup seorang penyair yang memandang peristiwa alam
untuk ketajaman perasaannya. Perasaan tajam inilah yang menggetarkan rasa
hatinya, untuk menimbulkan gerak dalam daya rasanya. Lalu ketajaman tanggapan
ini bersatu dengan sikap hidupnya mengalir melalui bahasa, jadilah ia sebuah
puisi, satu penguapan seorang penyair. Puisi adalah salah satu seni yang tua,
puisi hidup sejak manusia menemukan kesenangan dalam bahasa (Badrun, 1989:11).
Puisi itu mengekspresikan
pemikiran yang membangkitkan perasaan, yang meransang imajinasi panca indra
dalam suasana yang berirama.
2.
Struktur Puisi
Menurut Waluyo (1995:27), struktur puisi terbagi menjadi dua
yaitu struktur fisik dan struktur batin.
a.
Struktur Fisik Puisi
Menurut Waluyo (1995:27),
struktur fisik puisi terdiri atas baris-baris puisi yang dapat membangun
bait-bait puisi selanjutnya bait-bait itu membagun kesatuan makna di dalam
keseluruhan puisi untuk sebuah wacana. Unsur-unsur puisi yang termasuk dalam
struktur fisik puisi Menurut Waluyo adalah diksi (pilihan kata), pengimajian,
kata konkret, majas, rima dan ritma, tipogafi.
1)
Diksi (Pilihan Kata)
Menurut Sayuti
(2002:142), diksi merupakan salah satu unsur yang ikut membangun keberadaan
puisi, berarti pilihan kata yang dilakukan oleh penyair untuk mengek spresikan
gagasan dan perasaan-perasaan yang bergejolak dan menggejala dalam dirinya.
Menurut Tarigan
(2013:30), pilihan kata yang tepat dapat mencerminkan ruang, waktu, falsafa,
amanat, efek, serta nada suatu puisi, dengan benar.
2)
Citraan (Pengimajian)
Diksi dipilih untuk membuahkan kata-kata menjadi lebih konkret seperti yang
dihayati. Pengimajian yang dialami oleh pembaca puisi yang dibatasi dengan
definisi kata atau suasana kata-kata dan dapat mengutarakan pengalaman sensoris
seperti penglihatan, pendengaran, dan perasaan.
Citraan (imageri)
adalah gambaran angan dalam puisi yang menimbulkan melalui kata-kata. Ada
bermacam-macam jenis citraan,sesuai dengan indra yang dihasilkannya, yaitu (1)
citraan penglihatan (visual imagery),
(2) citraan pendengaran (audiotory
imagery), (3) citraan rabaan (thermal
imagery) (4) citraan pengecapan (tactile
imagery) (5) citraan penciuman (olfactoty
imagery), (6) citraan gerak (kinesthetic
imagery).
3)
Kata Konkret
Kata konkret adalah kata
yang bisa ditangkap oleh indera yang dapat memberikan imaji. Kata-kata ini berhubungan dengan kiasan
atau lambang.
4)
Majas (Bahasa Figuran)
Menurut (Waluyo,1987:83),
bahasa figuran atau majas dalam unsur-unsur puisi adalah bahasa yang digunakan
oleh penyair untuk menyatakan sesuatu oleh cara yang tidak biasa, yaitu secara
tidak langsung mengungkapkan makna kata atau bahasanya bermakna kias atau makna
lambang. Memandang bahwa bahasa figuratif
lebih baik untuk mengungkapkan
apa yang dimaksudkan dalam puisi disebabkan oleh empat hal sebagai berikut.
1.
Bahasa figuratif atau
majas merupakan cara untuk mengonsentrasikan makna yang akan disampaikan dengan
cara menyampaikan hal yang banyak dan luas dengan bahasa yang jelas.
2.
Bahasa figuratif atau
majas mampu menghasilkan kesenangan imajinatif.
3.
Bahasa figuratif atau
majas adalah cara menambah intensitas.
4.
Bahasa figuratif atau
majas merupakan cara untuk menghasilkan imaji tambahan untuk puisi sehingga
yang abstrak menjadi kongkrit dan menjadikan puisi lebih bagus dibaca.
5)
Rima dan Ritma
Jabrohim (2001:53-54),
mengatakan bahwa rima merupakan pengulangan bunyi dalam baris dan larik puisi,
pada akhir puisi atau juga pada keseluruhan baris puisi. Dalam puisi banyak
jenis rima yang kita jumpai.
1)
Menurut bunyi nya
b.
Rima sempurna bila
seluruh suku akhir sama bunyinya
Contoh:
Demikian rasa Datang semasa
c.
Rima tak sempurna bila
sebagian suku akhir sama bunyinya
Contoh:
Dalam diamku termangu
Aku masih menyebut nama Mu
d.
Rima mutlak bila seluruh
bunyi kata itu sama
Contoh:
Memandang-mandang jua
Kenangan masa lampau
Menghilang muncul juga
Yang dulu
silau-silau
e.
Asonansi perulanngan
bunyi vokal dalam satu kata
Contoh:
Segala cintaku hilang terbang
f.
Aliterasi pengulangan
bunyi konsonan di depan setiap kata secara berurutan
Contoh:
Kaulah kandil kemerlap
g.
Piosonasi (rima rangka)
bila konsonan yang membentuk kata itu sama namun vokalnya berbedah.
2)
Menurut letaknya
a.
Rima depan bila pada
permukaan baris sama
Contoh :
Beta bermenung
karena bingung
Beta berlutut
Hendak bersujud
b.
Rima tengah bila kata
atau suku kata di tengah baris satu puisi itu sama
Contoh:
Aku lalai di hari pagi
Beta lenga di masa muda
Kini hidup meracun hati
Miskin ilmu miskin harta
c.
Rima akhir bila
perulangnan kata letak pada akhir baris
d.
Rima maju mundur bila
kata pada akhir baris sama dengan perulangan harus berikutnya
e.
Rima datar bila
perulangan terdapat pada satu baris
3)
Menurut letaknya dalam
bait puisi
a.
Rima berangkat dengan
pola aabb, ccdd
b.
Rima berselang dengan
pola abab, cdcd
c.
Rima berpeluk dengan pola
abba, cddc
d.
Rima terus dengan pola
aaaa, bbbb
e.
Rima patah dengan pola
abaa, bcbb
f.
Rima bebas: rima yang
tidak mengikuti pola persajakan yang disebut sebelumya
g.
Efoni kombinasi bunyi
yang merdu dan indah untuk menggambarkan perasaan mesrah, kasih sayang, cinta
dan hal-hal yang menggembirakan
h.
Cachoponi kombinasi bunyi
yang tidak merdu, parau dan tidak cocok untuk memperkuat suasana yang tidak
menyenangkan, kacau, serba tidak teratur bakan kegalauan (Waluyo, 1991:93).
Ritma adalah pergantian
turun naik, panjang pendek, keras lembut, ucapan bunyi bahasa degan teratur
(Jabrohim, 2001:93). Menurut Waluyo (1991:94), Ritme merupakan pertentangan
bunyi tinggi rendah, panjang pendek, keras lemah yang mengalun dengan teratur
dan berulang-ulanag sehingga membentuk keidahan. Ritma terdiri atas tiga macam
yaitu:
1)
Andante: kata yang
terdiri dari dua vokal yang menimbulkan irama lambat
2)
Alergo: kata bervokal
tiga yang mneimbulkan irama sedang
3)
Moto Allegro: kata yang
bervokal empat yang menyebabkan irama cepat.
6)
Tipografi
Struktur fisik puisi
dibentuk tipografi yang khas. Pengertian tipografi sebagai unsur puisi
merupakan bentuk visual yang bias menambahkan
makna pada sebuah puisi dan bentuknya bisa diperoleh dalam jenis puisi konkret.
Tipografi dalam puisi mempunyai beragam bentuk.
Menurut Jabrohim
(2001:54), tipografi adalah pembeda yang paling awal akan dilihat dapat
membedakan puisi dengan prosa fiksi dan drama. sebab itu, tipografi merupakan
pembeda yang paling penting.
b.
Struktur Batin Puisi
Menurut Waluyo (1987:180), struktur batin puisi secara utuh
yaitu adalah wacana teks puisi yang mengandung makna dan arti yang dapat kita
rasakan dan hayati dalam unsur-unsur puisi. Struktur batin puisi terdiri atas
empat bagian yang tidak terpisahkan tetapi bisa dibedakan yaitu: tema (sense), perasaan penyair (feeling), nada dan sikap penyair kepada
pembaca (tone), amanat (intentional).
1)
Tema
Waluyo (1995:107)
menyatakan bahwa tema yaitu gagasan pokok yang dikemukakan oleh penyair melalui
puisinya. Tema sering disebut sebagai pokok dasar dari puisi atau semua bentuk
karya. Tema merupakan inti dari keseluruhan makna dalam suatu puisi. dalam
bukunya Teori dan Apresiasi Puisi, mengklasifikasikan tema puisi menjadi lima
kelompok mengikuti pancasila, yaitu tema ketuhanan, kemanusiaan,
patriotisme/kebangsaan, kedaulatan rakyat, dan keadilan sosial.
1.
Tema Ketuhanan
Puisi dengan tema ketuhanan antara lain menggambarkan
pengalaman batin, keyakinan, atau sikap penyair terhadap Tuhan. Nilai-nilai
ketuhanan dalam puisi akan tampak pada pilihan kata, ungkapkan, atau lambang.
Contohnya puisi “Doa '' karya Amir Hamzah.
2.
Tema
Patriotisme/Kebangsaan
Puisi bertema patriotisme/kebangsaan antara lain melukiskan perjuangan merebut kemerdekaan atau mengisahkan riwayat pahlawan yang berjuang melawan penjajah.
3.
Tema Kedaulatan Rakyat
Puisi ini biasanya mengungkapkan penindasan dan
sewenang-wenang terhadap rakyat. Sajak “Kemis Pagi” karya Taufik Ismail,
merupakan salah satu contoh bertema kedaulatan rakyat. Puisi lainya
berjudul “Rakyat” karya Hartoyo Andangjaya.
2)
Perasaan (Feeling)
Dalam menciptakan puisi, suasana perasaan penyair ikut
diekspresikan, dalam memberikan tema yang sama, perasaan penyair yang satu
terhadap perasaan penyair yang lainnya berbeda, sehingga hasil puisi diciptakan
berbeda. Senada dengan itu Tarigan (2013:11),menyatakan bawah rasa adalah sikap
penyair terhadap pokok permasalahan yang terkandung dalam puisinya.
3)
Nada dan Suasana
Tarigan
(2013:17), mengatakan bahwa nada sebagai unsur-unsur puisi, nada merupakan
sikap sang penyair oleh pembacanya serta sikap sang penyair kepada para
penikmat karyanya, seperti: merenungkan, menertawai, memarahi, menyindir, menasihati,
mengguruhi dan mengejek.
4)
Amanat (Pesan)
Pengertian amanat atau
pesan sebagai unsur-unsur puisi merupakan maksud yang harus disampaikan penyair
terhadap puisinya. Baik sadar maupun tidak penyair juga merupakan sastrawan
serta anggota masyarakat yang bertanggungjawab menjaga kelangsungan hidup serta
ketenangan dalam masyarakat. Maka puisi akan selalu mengandung amanat (pesan).
B.
Kajian Intertekstual
Secara etimologis intertekstual berasal dari kata dasar “teks” yang merupakan kata serapan dalam
bahasa Latin “textus” dan memiliki
arti tenunan, anyaman, penggabungan, susunan, serta jalinan. Produksi makna
yang bisa terjadi dalam interteks, yaitu melalui proses oposisi atau
pertentangan, penyusunan kembali dan transformasi. Penelitian dilakukan dengan
cara menemukan hubungan-hubungan bermakna di antara dua teks atau lebih (Ratna,
2004:172).
C. Kajian Pustaka
Kajian pustaka yang dilakukan merujuk pada hasil penelitian
yang sudah ada sebelumnya agar penelitian ini mampu dilakukan dengan maksimal.
Berdasarkan temuan penulis kajian intertekstual sudah digunakan oleh
beberapa penulis sebelumnya dalam
menelitih atau mengkaji karya sastra.
Pertama, Krisanita
Purbadiana 2007 dari Universitas Sanata Dharma Yogyakarta dengan Judul
“Hubungan Intertekstual Puisi “La Ronde” Karya Sitong Situmorong dan Puisi “Gadis Malang di Tembok Kota”
Karya Joko Pinurbo”. Penelitian ini mengkaji
hubungan intertekstualitas kedua puisi meliputi struktur formal,
hubungan matriks, hubungan model, hubungan makna dan kajian hipogram.
Kedua, penelitian
mengenai kajian intertekstual dilakukan oleh Kurniayanti dari Universitas
Mataram pada tahun 2005. dengan judul “kajian Intertekstual Puisi “Aku Ingin”
Karya Sapardi Djoko Damono dengan Puisi “Aku Mencintaimu Diam-Diam” Karya Anwar
Maulana dan Relevansinya dalam Pembelajaran Sastra di SMA”. Penelitian ini
meneliti kajian intertekstual Puisi “Aku Ingin” dan Puisi “Aku Mencintaimu
Diam-Diam” serta mengaitkannya dengan pembelajaran sastra di SMA.
Ketiga, Penelitian yang sama juga dilakukan oleh Ali Imron
Al-Ma’ruf pada tahun 2005 dari Program Studi PBSID-FKIP-UMS dengan judul
Intertekstualitas Puisi “Padamu Jua” Amir Hamzah dan Puisi “Doa” Chairil Anwar:
Menelusuri Cahaya al-Qur’an dalam Puisi Sufistik Indonesia. Penelitian ini
dikaji menggunakan teori intertekstual, metode yang dipakai dalam penelitian
ini adalah metode kualitatif, objek penelitiannya yakni intertekstualitas,
kedua puisi yaitu data kualitatif data
yang disajikan dalam bentuk kata verbal. Ada hubungan intertekstual antara puisi “Padamu Jua” karya Amir Hamzah dengan
puisi “Doa” karya Chairil Anwar. Puisi “Padamu Jua” sebagai hipogram
ditransformasikan pada puisi “Doa” baik dengan cara ekspansi maupun konvensi. http://journals.ums.ac.id/index.php/kls/article/view/4499. (Diakses 25 Maret 2022 pukul 19:00 WIT)
Keempat, penelitian intertekstual puisi juga dilakukan oleh
Septoriana Maria Nino 2020 Magister Ilmu Sastra, Universitas diponegoro. Judul
Penelitian adalah Intertekstualitas Puisi “di Jembatan Mirabeau” Karya Agus R.
Sarjono dan “Le Pont Mirabeau” Karya
Guillaume Apollinaire. Penelitian ini menggunakan penelitian pustaka yang
menggunakan pendekatan objektif dengan analisis intertekstual. Puisi “di
Jembatan Mirabeau” Karya Agus R. Sarjono dan “Le Pont Mirabeau” Karya Guillaume Apollinaire adalah dua puisi yang
menggambarkan suatu objek yang sama, yakni jembatan Mirabeau. Penerapan tema
puisi yakni percintaan. Apollinaire menggambarkan cinta sepasang kekasih dalam
bahasa Prancis dan rima yang teratur sedangkan Sarjono mengungkapkan cinta yang
universal dan kerinduan terhadap tanah
airnya menggunakan bahasa Indonesia dandiksi yang lebih sederhana.
https://ejournal.undip.ac.id/index.php/nusa/article/view/34919 (diakses
27 Maret 2022, pukul 20:00 WIT).
Berdasarkan beberapa penelitian-penelitian tersebut, dapat
diketahui bahwa penelitian yang membahas tentang kajian intertekstual banyak
dilakukan serta sangat releven dengan objek kajian yang akan diteliti dalam
penelitian ini. Penelitian-penelitian di atas dijadikan bahan acuan dan
reverensi untuk penelitian ini. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian yang dilakukan sebelumnya adalah penelitian
ini berfokus pada kajian intertekstual terhadap hubungan antara Sajak “Negara Mainan” Karya Eko Saputra Poceratu
dan Sajak “Trias Politika di Negeri Rimba Karya” Revalino Barvino Nepa.
BAB III
METODE PENELITIAN
A.
Rancangan Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian
deskripsi kualitatif. Metode kualitatif adalah prosedur penelitian yang
menghasilkan data deskripsi yang berupa kata-kata yang berasal dari hasil baca
dan catat.
Penelitian kualitatif ini
menghasilkan data deskripsi yang berupa kata-kata tertulis tentang kajian
intertekstual pada Sajak “Negara Mainan” Karya Eko Saputra Poceratu dan Sajak
“Trias Politika di Negeri Rimba”
karya Revalino Berivon Nepa. Penelitian ini bersifat deskriptif, yaitu
memberikan gambaran secara jelas tentang hubungan intertekstual dalam Sajak “Negara Mainan”
karya Eko Saputra Poceratu dan “Sajak Trias Politika di Negeri Rimba” karya
Revelino Berivon Nepa.
B.
Data dan Sumber Data
a.
Data
Data yang dikumpulkan
dalam penelitian ini berupa kata-kata, kalimat, dan paragraf yang di dalamnya
terdapat bentuk kajian intertekstual dari Sajak “Negara Mainan” karya Eko
Saputra Poceratu dan Sajak “Trias Politika di Negeri” Rimba karya Revelino
Berivon Nepa.
b.
Sumber Data
Data
dalam penelitian ini bersumber dari buku Antologi Penyair Maluku: Pemberontakan dari Timur yang
diterbitkan oleh CV. Maleo, Ternate
C.
Teknik Pengumpulan
Data
Data dalam penelitian ini
diperoleh dengan teknik baca dan teknik catat:
1)
Teknik Baca
Teknik baca merupakan hal yang terpenting, data tidak
dihasilkan tanpa melalui proses pembacaan. Membaca dalam karya ilmia dilakukan
untuk memberikan perhatian yang
benar-benar terfokus pada objek. Untuk memperoleh data-data yang terdapat dalam
sajak “Negara Mainan” karya Eko Saputra Poceratu dan sajak “Trias Politika di
Negeri Rimba” karya Revelino Berivon Nepa, maka peneliti melakukan pembacaan
terhadap kedua puisi tersebut secara
cermat, terarah dan teliti dalam rangka peneliti dapat memperoleh data yang
diinginkan yang merujuk pada hubungan intertekstual Sajak “Negara Mainan” karya
Eko Saputra Poceratu dan Sajak “Trias Politika di Negeri Rimba” karya Revelino
Berivon Nepa, serta hubungan
intertekstual dari kedua puisi
tersebut.
2)
Teknik Catat
Teknik catat digunakan untuk memperoleh data dengan cara
mencatat hal-hal yang dianggap penting yang berkaitan hubungan intertekstual
Sajak “Negara Mainan” karya Eko Saputra Poceratu dan Sajak “Trias Politika di
Negeri Rimba” karya Revelino Berivon Nepa.
D.
Teknik Analisis Data
Menurut (Sugiyono,
2014:244), teknik analisis data merupakan proses penyusunan data secara
sistematis yang diperoleh dari hasil baca dan catat dengan cara
mengorganisasikan data ke dalam kategori, menjabarkan ke dalam unit-unit , melakukan sintesis menyusun
ke dalam polah, memilah mana yang penting.
Analisis data yang
dilakukan terhadap kedua Sajak, “Negara Mainan” karya Eko Saputra Poceratu dan
Sajak Trias Politika di Negeri Rimba” karya Revelino Berivon Nepa, Menggunakan
tahap-tahap analisis sebagai berikut:
1)
Membaca kedua sajak “Negara
Mainan” karya Eko Saputra Poceratu dan sajak “Trias Politika Di Negeri Rimba”
karya Revelino Berivon Nepa.
2)
Mencatat data-data yang
telah didapat dari sumber data yang terkait dengan masalah yang akan diteliti;
3)
Data yang berupa kajian intertekstual Sajak “Negara Mainan”
karya Eko Saputra Poceratu dan Sajak “Trias Politika di Negeri Rimba” karya
Revelino Berivon Nepa.
4)
Menarik kesimpulan dari
analisis yang telah dilakukan.
E. Teknik Keabsahan Data
Teknik keabsahan data merupakan dasar objektif hasil yang
diciptakan dalam penelitian untuk memeriksa data yang sudah dikumpulkan.keabsahan
data harus dicapai dengan menggunakan proses pengumpulan data yang tepat. salah
satu caranya adalah dengan proses triangulasi.
BAB IV
PAPARAN DATA DAN PEMBAHASAN
Pada bab ini akan menguraikan hasil-hasil
penelitian sekaligus pembahasanya. Hasil penelitian dan pembahasan ini
menyangkut hubuangn intertekstual sajak “Negara Maian” karya Eko Saputra
Poceratu dan Sajak “Trias Politika di Negeri Rimba” karya Revelino Berivon Nepa
dalam Pemberontakan dari Timur Antologi Penyair Maluku.
4.1 Paparan Data
1. Sajak “Negara Mainan”
Bung
karno, sekarang negaramu mirip pesawat kertas
Negaramu
dibuat makin tipis, makin ringan.
Terbang
dijadwalkan, arahnya diatur-atur,
ke
sana kemari semacam cacing kena kapur!
Aduh,
kita harus bagaimana?
Meremas
dada garuda
Bukan
solusi menyadarkan Indonesia benar?
Merobek
undang-undang dasar
bukan
solusi mengingatkan Indonesia besar?
Membakar
istana presiden
bukan
akhir kisah penerbangan Indonesia!
Sudah
jelas benar.
Bung,
negaramu kini makin ulet
ikut
lomba mencuri!
Bibit
pencuri ini masuk di kemaluan pencuri,
lahir
dari rahim pencuri, besar diasuh pencuri,
diasah
kemampuan mencuri, digembleng seperti mariner,
ninja
berdasi, merampas milik ibu sendiri, ibu pertiwi.
Bagaimana
tidak dapat gelar juara mencuri?
Bung,
negaramu suka main perang-perangan,
main
tangkap-tangkapan,
apalagi
main bongkar pasang jebakan!
Main
baku tembak antar polisi dan tentara.
Hari
ini satu tentara kena pukil,
besoknya
lima kantor polisi terbakar hangus,
dihantam
balas dendam pasukan khusus.
Hari
ini satu pejabat bunuh pejabat lain
karena
merasa tersaingi,
besoknya
yang ditangkap adalah
orang
lain yang tak bersalah,
sudah
dibayar jadi kambing hitam.
Hari
ini pelaku bom bunuh diri
berhasil
menewaskan ribuan orang,
setelah
diselidiki ternyata
pelakunya
oknum pemerintah
Hari
ini warga tewas,
besoknya
warga lain tewas,
lusanya
tewas juga,
setelah
diselidiki
ternyata
tewas karena peluru nyasar
para
tentara yang latihan menembak .
Hari
ini koruptor ditangkap,
besok
yang masuk berita,
media
cetak, media elektronik bukannya dia,
malah
nenek-nenek yang curi kelapa
karena
tidak punya uang untuk biaya sekolah cucunya.
Bung,
bung, kasihan bung!
Seandainya
kau masih hidup
Pasti
kau kenal serangan jantung
Pasti
kau jadi mayat hidup!
Bung,
negaramu juga suka main tanam janji!
Pejabat-pejabat
pemerintahmu
suka
sesumbar kepada rakyat.
Hari
ini diadakan besar di gedung DPR-MPR,
akan
dibahas kasus korupsi,
masalah
kemiskinan dan pengangguran,
masalah
kriminal yang meningkat
besoknya
semua anggota dewan tidur diatas meja rapat
sampai
lahurnya menetes ke lantai
seperti
anak ayam turun praktek.
Hari
ini diberdayakan semua keluarga miskin
supaya
negara maju bangsa makmur
Besoknya
yang dicairkan adalah
berita
penahanan pejabat,
lagi-lagi
dananya sudah ditelan diam-diam!
Hari
ini akan ditingkatkan kesejahteraan rakyat,
dengan
adanya program KB
supaya
mengurangi angka kemiskinan.
Besoknya
anak pejabat lahir sampai sembilan
Sebab
mereka begitu bernafsu
untuk
meneruskan generasi pencuri unggulan.
Hari
ini Israel Palestina baku bom,
sekejap
presiden mengirimkan pasukan Garuda.
Padahal,
kerusuhan-kerusuhan di tanah sendiri
masih
belum tuntas, masih jadi masalah besar,
masih
dikuasai provokator dan teroris biadap!
Betapa
murah hatinya bapak negara kita.
bung,
bung, bung! Tragis bung! Sadis bung!
Seandainya
kau masih hidup
Pasti
kau langsung serangan jantung!
(Karya. Eko Saputra Poceratu)
2. Sajak “Trias
Politika di Negeri Rimba”
Atas nama profil dan pengentasan kaum
pengangguran
korporat datang ke hutan-hutan rimba perawan
sebab keuntungan telah menguburkan bayangan
duka perampasan
pohon-pohon bisa tumbang dengan cek bernilai
silahkan isi sendiri
Pemerintah atas nama pendapatan daerah dan
peningkatan
kesejahteraan
investasi, hak olah, hak guna dengan mudah
diberi tanda tangan
persetujuan
Sebab kantong belum lagi terisi, rasa teramat
ringan
Birokrat, semua kepala mereka dengan mudah
merubah haluan
Ada lagi serigala berseragam buaya berpentung,
tikus militer apalah namanya terserah mau kau
panggil apa itu para
bajingan bersenjata
Atas nama ketertibaan dan keamanan berdasarkan
azas kerling mata
kongkalikong, kokong!
Siapa melawan demi tanah adat, demi hutan
adat, demi bumi, demi
identitas pasti dihajar
Aparat militer cuman preman milik negara,
sumpah setia hirarkis
berubah kurang ajar
Ah, ini trias politika gaya baru
Korporat, birokrat dan aparat
Di Yamdena, Tana adat Aru, Hutan Riau, Rimba
Papua dan Kalimantan
Merekalah aktor-aktor di balik setiap
episode-episode perampasan
Dalang di belakang hutan-hutan sekarat
Sutradara dibalik kisa-kisa rakyat melarat
Manusia, tumbuhan,hewan terselimuti asap lalu
menjelma bangkai-
bangkai berkarat
Korporat, birokrat, dan aparat
Ketiga primata ini memang keparat
(Karya.
Revelino Berivon Nepa)
4.2 Pembahasan
Pada bagian ini akan di bahas analisis
hubungan intertekstual sajak Negara Mainan karya Eko Saputra Poceratu dan sajak
Trias Politika di negeri riba karya Revelino Berivon Nepa dalam Pemberontak
dari Timur Antologi Penyair Maluku. Dalam penelitian ini penulis akan mengkaji terlebih
dahulu struktur Sajak “Negara Mainan” karya
Eko Saputra Poceratu dan setelah itu sajak “Trias Politika di Negeri Rimba” karya Revelino Berivon Nepa.
Berikut akan diuraikan pembahasan terkait
struktur fisik dan struktur batin pada sajak Negara Mainan.
Negara Mainan
Bung
karno, sekarang negaramu mirip pesawat kertas 1
Negaramu
dibuat makin tipis, makin ringan. 2
Terbang
dijadwalkan, arahnya diatur-atur, 3
ke
sana kemari semacam cacing kena kapur! 4
Aduh,
kita harus bagaimana? 5
Meremas
dada garuda 6
Bukan
solusi menyadarkan Indonesia benar? 7
Merobek
undang-undang dasar 8
bukan
solusi mengingatkan Indonesia besar? 9
Membakar
istana presiden 10
bukan
akhir kisah penerbangan Indonesia! 11
Sudah
jelas benar. 12
Bung,
negaramu kini makin ulet 13
ikut
lomba mencuri! 14
Bibit
pencuri ini masuk di kemaluan pencuri, 15
lahir
dari rahim pencuri, besar diasuh pencuri, 16
diasah
kemampuan mencuri, digembleng seperti mariner, 17
ninja
berdasi, merampas milik ibu sendiri, ibu pertiwi. 18
Bagaimana
tidak dapat gelar juara mencuri? 19
Bung,
negaramu suka main perang-perangan, 20
main
tangkap-tangkapan, 21
apalagi
main bongkar pasang jebakan! 22
Main
baku tembak antar polisi dan tentara. 23
Hari
ini satu tentara kena pukil, 24
besoknya
lima kantor polisi terbakar hangus, 25
dihantam
balas dendam pasukan khusus. 26
Hari
ini satu pejabat bunuh pejabat lain 27
karena
merasa tersaingi, 28
besoknya
yang ditangkap adalah 29
orang
lain yang tak bersalah, 30
sudah
dibayar jadi kambing hitam. 31
Hari
ini pelaku bom bunuh diri 32
berhasil
menewaskan ribuan orang, 33
setelah
diselidiki ternyata 34
pelakunya
oknum pemerintah 35
Hari
ini warga tewas, 36
besoknya
warga lain tewas, 37
lusanya
tewas juga, 38
setelah
diselidiki 39
ternyata
tewas karena peluru nyasar 40
para
tentara yang latihan menembak . 41
Hari
ini koruptor ditangkap, 42
besok
yang masuk berita, 43
media
cetak, media elektronik bukannya dia, 44
malah
nenek-nenek yang curi kelapa 45
karena
tidak punya uang untuk biaya sekolah cucunya. 46
Bung,
bung, kasihan bung! 47
Seandainya
kau masih hidup 48
Pasti
kau kenal serangan jantung 49
Pasti
kau jadi mayat hidup! 50
Bung,
negaramu juga suka main tanam janji! 51
Pejabat-pejabat
pemerintahmu 52
suka
sesumbar kepada rakyat. 53
Hari
ini diadakan besar di gedung DPR-MPR, 54
akan
dibahas kasus korupsi, 55
masalah
kemiskinan dan pengangguran, 56
masalah
kriminal yang meningkat 57
besoknya
semua anggota dewan tidur diatas meja rapat 58
sampai
lahurnya menetes ke lantai 59
seperti
anak ayam turun praktek. 60
Hari
ini diberdayakan semua keluarga miskin 61
supaya
negara maju bangsa makmur 62
Besoknya
yang dicairkan adalah 63
berita
penahanan pejabat, 64
lagi-lagi
dananya sudah ditelan diam-diam! 65
Hari
ini akan ditingkatkan kesejahteraan rakyat, 66
dengan
adanya program KB 67
supaya
mengurangi angka kemiskinan. 68
Besoknya
anak pejabat lahir sampai Sembilan 69
Sebab
mereka begitu bernafsu 70
untuk
meneruskan generasi pencuri unggulan. 71
Hari
ini Israel Palestina baku bom, 72
sekejap
presiden mengirimkan pasukan Garuda. 73
Padahal,
kerusuhan-kerusuhan di tanah sendiri 74
masih
belum tuntas, masih jadi masalah besar, 75
masih
dikuasai provokator dan teroris biadap! 76
Betapa
murah hatinya bapak negara kita. 77
bung,
bung, bung! Tragis bung! Sadis bung! 78
Seandainya
kau masih hidup 79
Pasti
kau langsung serangan jantung! 80
4.2.1
Struktur
Sajak “ Negara Mainan”
4.2.1.1
Struktur Fisik Sajak “ Negara Mainan”
Struktur fisik puisi
terdiri atas baris-baris puisi yang bersama-sama membangun bait-bait puisi
selanjutnya bait-bait itu membagun kesatuan makna di dalam keseluruhan puisi
sebagai sebuah wacana. Unsur-unsur puisi yang termasuk dalam struktur fisik
puisi meliputih diksi, pengimajian, kata konkret, bahasa figuratif (majas),
verifikasi, dan tata wajah (tipografi),
1)
Diksi
(Pilihan Kata)
Menurut Waluyo (2003:72) pilihan kata yang ditulis dalam
puisi harus dipertimbangkan maknanya, komposisi bunyinya, dalam rima dan ritma
serta kedudukannya dalam konteks kalimat yang digunakan haruslah sesuai dengan
keseluruan isi puisi itu. Oleh karena di samping memilih kata-kata yang tepat,
penyair juga mempertimbangkan urutan kata dan kekuatan atau daya magis dari
kata-kata tersebut. Kata-kata diberi makna baru dan yang tidak bermakna diberi
makna oleh penyair. Berikut analisis diksi puisi “Negara Mainan”.
Larik (1-12):
Bung karno, sekarang negaramu mirip pesawat kertas
Negaramu dibuat makin tipis, makin ringan.
Terbang dijadwalkan, arahnya diatur-atur,
ke sana kemari semacam cacing kena kapur!
Aduh, kita harus bagaimana?
Meremas dada garuda
Bukan
solusi menyadarkan Indonesia benar?
Merobek
undang-undang dasar
bukan
solusi mengingatkan Indonesia besar?
Membakar
istana presiden
bukan
akhir kisah penerbangan Indonesia!
Sudah
jelas benar.
Larik (13-26): Bung, negaramu kini makin ulet
ikut
lomba mencuri!
Bibit
pencuri ini masuk di kemaluan pencuri,
lahir
dari rahim pencuri, besar diasuh pencuri,
diasah
kemampuan mencuri, digembleng seperti mariner,
ninja
berdasi, merampas milik ibu sendiri, ibu pertiwi.
Bagaimana
tidak dapat gelar juara mencuri?
Bung,
negaramu suka main perang-perangan,
main
tangkap-tangkapan,
apalagi
main bongkar pasang jebakan!
Main
baku tembak antar polisi dan tentara.
Hari
ini satu tentara kena pukil,
besoknya
lima kantor polisi terbakar hangus,
dihantam
balas dendam pasukan khusus.
Larik (27-41) Hari ini satu pejabat bunuh pejabat lain
karena
merasa tersaingi,
besoknya
yang ditangkap adalah
orang
lain yang tak bersalah,
sudah
dibayar jadi kambing hitam.
Hari
ini pelaku bom bunuh diri
berhasil
menewaskan ribuan orang,
setelah
diselidiki ternyata
pelakunya
oknum pemerintah
Hari
ini warga tewas,
besoknya
warga lain tewas,
lusanya
tewas juga,
setelah
diselidiki
ternyata
tewas karena peluru nyasar
para
tentara yang latihan menembak .
Larik (42-53) Hari ini koruptor ditangkap,
besok
yang masuk berita,
media
cetak, media elektronik bukannya dia,
malah
nenek-nenek yang curi kelapa
karena
tidak punya uang untuk biaya sekolah cucunya.
Bung,
bung, kasihan bung!
Seandainya
kau masih hidup
Pasti
kau kenal serangan jantung
Pasti
kau jadi mayat hidup!
Bung,
negaramu juga suka main tanam janji!
Pejabat-pejabat
pemerintahmu
suka
sesumbar kepada rakyat.
Larik
(54-60) Hari ini diadakan besar di
gedung DPR-MPR,
akan dibahas kasus korupsi,
masalah kemiskinan dan pengangguran,
masalah kriminal yang meningkat
besoknya semua anggota dewan tidur diatas meja
rapat
sampai lahurnya menetes ke lantai
seperti anak ayam turun praktek.
Larik (61-71) Hari ini diberdayakan semua keluarga miskin
supaya
negara maju bangsa makmur
Besoknya
yang dicairkan adalah
berita
penahanan pejabat,
lagi-lagi
dananya sudah ditelan diam-diam!
Hari
ini akan ditingkatkan kesejahteraan rakyat,
dengan
adanya program KB
supaya
mengurangi angka kemiskinan.
Besoknya
anak pejabat lahir sampai sembilan
Sebab
mereka begitu bernafsu
untuk
meneruskan generasi pencuri unggulan.
Larik (72-77) Hari ini Israel Palestina baku bom,
sekejap
presiden mengirimkan pasukan Garuda.
Padahal,
kerusuhan-kerusuhan di tanah sendiri
masih
belum tuntas, masih jadi masalah besar,
masih
dikuasai provokator dan teroris biadap!
Betapa
murah hatinya bapak negara kita.
Larik
(78-80) Bung, bung, bung! Tragis bung! Sadis bung!
Seandainya
kau masih hidup
Pasti
kau langsung serangan jantung!
Larik kesatu sampai keduabelas. Pilihan kata /Bung karno, sekarang negaramu mirip pesawat
kertas/ digunakan penyair untuk meyampaikan bahwa Bung Karno adalah
presiden pertama dan juga seorang tokoh yang memprakarsai dibentuknya negara
Indonesia. Ciri-ciri negara yang mulai berubah sistem dan tatanannya dijelaskan
dalam sebuah kiasan pesawat kertas karena penyair merasa kecewa terhadap
kenyataan yang dilihat. Pilihan kata /Negaramu
dibuat makin tipis, makin ringan/ digunakan penyair untuk menggambarkan
kondisi masyarakat dan lingkungan yang tejadi di negara saat itu. Pilihan kata /Terbang dijadwalkan, arahnya diatur-atur,/
digunakan penyair untuk menggambarkan bahwa sistem dan tatanan yang tejadi pada
masa itu sudah dijadwalkan dan sudah diatur arahnya. Pilihan kata /ke sana kemari semacam cacing kena kapur!/
digunakan penyair umtuk menggambarkan bahwa kondisi negara pada saat itu
sangat resah gelisah dan tidak tenang negara yang bergerak tak menentuh arah
dan jika terkenal sesuatu maka akan menggeliat merintih seakan tak ada yang
dapat menolong .Pilihan kata /Aduh, kita
harus bagaimana?/ Digunakan penyair untuk meggambarkan apa yang dipikirkan
oleh penyair pada saat mengalami kondisi tersebut. /Meremas dada garuda /Bukan solusi menyadarkan Indonesia benar?/Merobek
undang-undang dasar/ bukan solusi mengingatkan Indonesia besar?/Membakar istana
presiden /bukan akhir kisah penerbangan Indonesia! /Sudah jelas benar/ pilihan
kata seperti ini meggambarkan bahwa penyair merasa bingung, tidak tahu apa yang
harus dilakukan untuk dapat megembalikan system dan tatanan yang benar didalam
negara terkait dengan oknum pemerintahan, keamanan negara dan masyarakat.
Larik tigabelas sampai duapuluhenam. Pilihan
kata /Bung,
negaramu kini makin ulet ikut lomba mencuri!/ Bibit pencuri ini masuk di kemaluan pencuri/ lahir dari rahim pencuri,
besar diasuh pencuri/ diasah kemampuan mencuri, digembleng seperti mariner/
ninja berdasi, merampas milik ibu sendiri, ibu pertiwi/ Bagaimana tidak dapat
gelar juara mencuri?/. Digunakan penyair meggambarkan bahwa secara sarkas
penyair mejelaskan proses pertumbuhan
dan perkembangan tindakan pencurian “korupsi” telah dilakukan oleh para pejabat
pemangku kekuasaan hal itu di buat, diarahkan, dipersatukan dan di atur untuk
menjadi sesuatu yang diinginkan oleh orang yang mengatur. Penyair juga secara
langsung meyinggung kondisi masyarakat pada saat itu dengan kalimat bagaimana
tidak dapat gelar juara mencuri? Pilihan kata /Bung, negaramu suka main perang-perangan/ main tangkap-tangkapan/
apalagi main bongkar pasang jebakan!/ Main baku tembak antar polisi dan
tentara/ secara lugas dan tegas penyair mejelaskan kerisauan hatinya
terhadap tindakan pemerintah, polisi dan tentara. Kemudian pada pilihan kata /Hari ini satu tentara kena pukul/ besoknya
lima kantor polisi terbakar hangus/ dihantam balas dendam pasukan khusus/
penyair mecoba merentetkan hal-hal apa saja yang dilihat dan tindakan apa saja
yang dilakukan polisi dan tentara.
Larik keduapuluhtujuh sampai keempatpuluhsatu.
/Hari ini satu pejabat bunuh pejabat lain/
karena merasa tersaingi/ besoknya yang ditangkap adalah/ orang lain yang tak
bersalah/,sudah dibayar jadi kambing hitam/ Hari ini pelaku bom bunuh diri/ berhasil menewaskan ribuan orang/,
setelah diselidiki ternyata pelakunya oknum pemerintah/ Hari ini warga tewas/ besoknya warga lain
tewas/ lusanya tewas juga/ setelah diselidiki ternyata tewas karena peluru
nyasar/ para tentara yang latihan menembak/. Pilihan kata diatas juga
dilukiskan penyair untuk meggambarkan rentetan kegiatan yang dilakukan oleh
oknum pemerintahan yang dimulai dari perang, drama yang dilakukan polisi dan
tentara, serta tindakan terorisme yakni melakukan bom bunuh diri,
Larik keempatpuluhdua sampai kelimapuluhtiga.
/Hari ini koruptor ditangkap/, besok yang
masuk berita/, media cetak, media elektronik bukannya dia,/ malah nenek-nenek
yang curi kelapa/ karena tidak punya uang untuk biaya sekolah cucunya/ pilihan
kata ini dilukiskan peyair untuk menggambarkan siapa dalang dari pelaku
korupsi, tindakan megalihkan perkara utama mejadi ikhwal seorang nenek yang
dianggap melakukan kejahatan besar. /Bung,
bung, kasihan bung! /Seandainya kau masih hidup/ Pasti kau kenal serangan
jantung/ Pasti kau jadi mayat hidup!/Bung, negaramu juga suka main tanam
janji!/ Pejabat-pejabat pemerintahmu suka sesumbar kepada rakyat./ penyair
memilih diksi ini untuk menggambarkan keresahan penyair serta meggambarkan
tindakan pejabat pemerintah yang berusaha megumbar janji pada rakyat namun
diingkari.
Larik
limapuluhempat sampai enampuluh. /Hari
ini diadakan besar di gedung DPR-MPR/ akan dibahas kasus korupsi/ masalah
kemiskinan dan pengangguran/ masalah kriminal yang meningkat/ besoknya semua
anggota dewan tidur diatas meja rapat/ sampai lahurnya menetes ke lantai/
seperti anak ayam turun praktek./ pada pilihan kata ini peyair
menggambarkan kegiatan pertemuan yang dilakukan anggota DPR-MPR yang melanggar kode
etik dewan, masalah sosial yang tidak ada solusinya namun menimbulkan masalah
baru.
Larik keenampuluhsatu sampai tujuhpuluhsatu. /Hari ini diberdayakan semua keluarga
miskin/ supaya negara maju bangsa makmur/ Besoknya yang dicairkan adalah/ berita penahanan pejabat/ lagi-lagi dananya
sudah ditelan diam-diam!/ pada pilihan kata ini Penyair megungkapkan
keprihatinan, kekesalan dan kekecewaannya dalam isi baris ini. Kemudian pilihan
kata /Hari ini akan ditingkatkan
kesejahteraan rakyat/ dengan adanya program KB/
supaya mengurangi angka kemiskinan/ Besoknya anak pejabat lahir sampai
Sembilan/ Sebab mereka begitu bernafsu/ untuk meneruskan generasi pencuri
unggulan/. Pada pilihan kata ini penyair mencoba menjelaskan salah satu
program pemerintah dalam masyarakat agar dapat mengurangi angka kemiskinan di
lingkungan tersebut.
Larik
ketujuhpuluhdua sampai ketujuhpuluhtujuh. /Hari ini Israel Palestina baku bom/ sekejap presiden mengirimkan
pasukan Garuda/ Padahal, kerusuhan-kerusuhan di tanah sendiri/ masih belum tuntas masih jadi masalah besar/ masih dikuasai
provokator dan teroris biadap!/ Betapa murah hatinya bapak negara kita./ pada
pilihan kata ini peyair mencoba menjelaskan sikap pemerintah yang seakan
menutup mata tehadap konflik internal negara dan lebih mengedepankan perdamaian
dunia tanpa mengoreksi keadaan negaranya.
Larik ketujuhpuluhdelapan sampai
kedelapanpuluh. /Bung, bung, bung! Tragis
bung! Sadis bung!/ Seandainya kau masih hidup/ Pasti kau langsung serangan
jantung!/ pilihan kata terakhir yang disampaikan penyair merupakan
kesedihan, kekhawatiran dan kekecewaan yang ditujukan kepada Bung Karno
terhadap negara.
2)
Citraan
(Pengimajian)
Menurut
Waluyo (2003:10) menjelaskan bawah pengimajian adalah kata atau susunan
kata-kata yang dapat memperjelas atau memperkonkret apa yang dinyatakan oleh
penyair, sehingga hal yang digambarkan seolah-olah dapat dilihat (imaji
visual), didengar (imaji audutif) atau dirasakan (imaji taktil).
1.
Imaji
Visual
Imaji
visual adalah imaji yang mengandung benda-benda yang nampak. Jika penyair menginginkan
imaji penglihatan, maka puisi perlu dihayati seolah-olah melukiskan sesuatu
yang bergerak (Waluyo, 1991:78).
Pada
puisi “Negara Mainan” secara langsung penyair mengiring pembaca dengan
merasakan apa yang dilihat oleh penyair dengan menggambarkan
peristiwa-peristiwa yang terjadi. Hal tersebut dapat dilihat pada larik berikut.
Bung karno, sekarang
negaramu mirip pesawat kertas 1
ke sana kemari semacam
cacing kena kapur! 4
meremas dada garuda
6
nija berdasi, merampas
milik ibu sendiri, ibu pertiwi. 18
sudah
dibayar jadi kambing hitam. 31
Sementara yang dimaksud
dengan Pesawat kertas ialah suatu
mainan yang dibuat dari kertas dan bisa dimainkan dimanapun dan kapanpun oleh
si pembuat dan pemilik, penyair membawa pembaca untuk dapat memahami keadaan
negara yang dilukiskan ialah negara Indonesia yang sudah tidak mandiri/
independent dan tidak memiliki integritas serta prinsip seperti sedia kala
namun sudah bisa diatur sendiri oleh pemangku kepentingan dan sudah tidak
memiliki prinsip yang kuat dalam mengatur suatu negara. Dengan digambarkan melalui
larik diatas. Yang di maksut dengan larik kesana kemari semacam cacing kena kapur digunakan
penyair umtuk menggambarkan bahwa kondisi negara pada saat itu sangat resah
gelisah dan tidak tenang negara yang bergerak tak menentuh arah dan jika
terkenal sesuatu maka akan menggeliat merintih seakan tak ada yang dapat
menolong. Sedangkan yang dimaksud dengan meremas dada garuda adalah meggambarkan bahwa penyair merasa bingung, tidak tahu
apa yang harus dilakukan untuk dapat megembalikan system dan tatanan yang benar
di dalam negara terkait dengan oknum pemerintahan, keamanan negara dan
masyarakat.
Penyair
menginterprestasikan seorang bayaran atau mata-mata yang berada di suatu perusahaan, kantor
atau instansi yang harus menghasilkan keuntungan dengan menggunakan kata ninja
berdasi. Penyair menginterprestasikan seorang bayaran atau
mata-mata yang berada di suatu perusahaan, kantor atau instansi yang harus
menghasilkan keuntungan dengan menggunakan kata ninja berdasi.
kambing hitam merupakan suatu
kiasan yang menggambarkan keadaan sebenarnya yang terjadi namun secara halus
disiratkan untuk dipahami oleh pembaca, kambing hitam diartikan sebagai
seseorang atau kelompok yang dipersalahkan atau dijadikan tumpuan kesalahan
atas suatu peristiwa yang terjadi.
2.
Imaji
Auditif
Imaji auditif
adalah iamji yang mengandung gema suara. Jika penyair mengingini imaji
pendengar, maka puisi perlu dihayati sehingga seolah-olah mendengar sesuatu
(Waluyo, 1991:78).Penggalan baris yang menunjukan penyair mencoba mengiring
pembaca dalam melihat imaji auditif
ditunjukan pada:
Larik (42-46) Hari ini koruptor ditangkap,
besok
yang masuk berita,
media
cetak, media elektronik bukannya dia,
malah
nenek-nenek yang curi kelapa
karena
tidak punya uang untuk biaya sekolah cucunya.
Penyair mempertegas dengan bukti yang penyair
lihat dan dengar yakni dengan larik yang menjelaskan media elektronik yakni
media yang menampung peristiwa apa saja yang terjadi di dalam negara yang
dimaksud oleh penyair. Media yang dimaksud ialah media elektronik berupa Radio
maupun Televisi.
3.
Imaji
Taktil
Imaji taktil
adalah imaji yang mengandung sesuatu yang dapat dirasakan, diraba, atau
disentuh. Jika penyair mengingini imaji taktil, maka puisi perlu dihayati
seolah-olah meraskan sentuhan perasaan (Waluyo, 1991:79). Dapat di lihat di
bawah ini.
Larik
(46-52) Bung, bung, kasihan bung!
Seandainya kau masih
hidup
Pasti kau kenal serangan jantung
Pasti kau jadi mayat hidup!
Tragis bung! Sadis bung!
Seandainya kau masih hidup
Pasti kau langsung serangan jantung!
Pada baris diatas,
terdapat kata-kata imaji auditif yang ditujukan dengan kata kasihan
bung!, serangan jantung dan mayat hidup. Ada hal-hal menarik yang penyair tuangkan pembaca seolah-olah
dapat masuk, mendengar dan merasakan apa yang digambarkan oleh penyair yang
ditunjukan melalui adanya imaji visual, imaji auditif dan imaji taktil.
3)
Kata
Kongkrit
Menurut Waluyo (2003:81) kata-kata yang digunakan penyair
haruslah dapat mengarah pada arti yang menyeluruh. Degan kata lain di
perkonkter, artinya bukan sekedar bahasanya saja yang lebih dapat dari pada
karya sastra lainnya tetapi bahasa puisi yang padat tersebut harus dapat
membuat pembaca membanyangkan suatu peristiwa yang dilukiskan oleh penyair
secara jelas.
Kata-kata konkret yang
terdapat pada baris-baris berikut.
Bung karno, sekarang
negaramu mirip pesawat kertas 1
ke sana kemari semacam
cacing kena kapur! 4
meremas dada garuda
6
nija berdasi, merampas
milik ibu sendiri, ibu pertiwi. 18
sudah
dibayar jadi kambing hitam. 31
Sementara yang dimaksud
dengan Pesawat kertas ialah suatu
mainan yang dibuat dari kertas dan bisa dimainkan dimanapun dan kapanpun oleh
si pembuat dan pemilik, penyair membawa pembaca untuk dapat memahami keadaan
negara yang dilukiskan ialah negara Indonesia yang sudah tidak mandiri/
independent dan tidak memiliki integritas serta prinsip seperti sedia kala
namun sudah bisa diatur sendiri oleh pemangku kepentingan dan sudah tidak
memiliki prinsip yang kuat dalam melaksanakan suatu negara. Dengan digambarkan
melalui larik diatas. Yang di maksut dengan baris ke sana kemari semacam
cacing kena kapur digunakan penyair umtuk menggambarkan
bahwa kondisi negara pada saat itu sangat resah gelisah dan tidak tenang negara
yang bergerak tak menentuh arah dan jika terkenal sesuatu maka akan menggeliat
merintih seakan tak ada yang dapat menolong. Sedangkan yang di maksut dengan
meremas dada garuda adalah meggambarkan
bahwa penyair merasa bingung, tidak tahu apa yang harus dilakukan untuk dapat
megembalikan system dan tatanan yang benar didalam negara terkait dengan oknum
pemerintahan, keamanan negara dan masyarakat.
Penyair
menginterprestasikan seorang bayaran atau mata-mata yang berada di suatu perusahaan, kantor
atau instansi yang harus menghasilkan keuntungan dengan menggunakan kata ninja
berdasi. Penyair menginterprestasikan seorang bayaran atau
mata-mata yang berada di suatu perusahaan, kantor atau instansi yang harus
menghasilkan keuntungan dengan menggunakan kata ninja berdasi.
kambing hitam merupakan suatu
kiasan yang menggambarkan keadaan sebenarnya yang terjadi namun secara halus
disiratkan untuk dipahami oleh pembaca. secara harafiah kambing hitam diartikan
sebagai seseorang atau kelompok yang dipersalahkan atau dijadikan tumpuan kesalahan
atas suatu peristiwa yang terjadi.
4)
Majas
(Bahasa Figuratif)
Menurut
Waluyo (2003:83) bahasa figuratif disebut majas atau bahasa kiasan yaitu bahasa
yang digunakan untuk mengungkapkan suatu makana secara tidak langsung. Bahasa
kiasan dapat mengefektifkan penyampaian makna dalam puisi. Adanya bahasa kiasan
ini menyebapkan puisi menjadi lebih prismatic artinya memancarkan banyak makna
atau kaya dengan makanya.
a)
Kiasan
(Gaya Bahasa)
Kiasan yang
dimaksudkan adalah kiasan yang mempunyai makna lebih luas dengan gaya bahasa
secara keseluruhan. Jelasnya, penggunaan kiasan untuk menciptakan efek lebih
kaya, lebih efektif dan lebih sugestif dalam bahasa puisi (Waluyo, 1991:84).
1.
Simile
Menurut Keraf
(1981:123) perumpamaan atau simile adalah perbandingan yang eksplisit.
Perbandingan ekplisit adalah bahwa tidak langsung menyatakan sesuatu sama
dengan hal yang lain. Untuk itu memerlukan upaya secara ekplisit menunjukan
kesamaan itu, yaitu kata-kata seperti, sama, sebagai, laksana dan sebagainnya.
Dapat di lihat di bawah ini.
Larik (1-4) Bung karno,
sekarang negaramu mirip pesawat
kertas
Negaramu dibuat makin tipis, makin ringan.
Terbang dijadwalkan, arahnya diatur-atur,
ke sana kemari semacam cacing kena kapur!
Pada
bait diatas, terdapat simile yang ditunjukkan dengan kata mirip dan semacam.
Pada kedua kata tersebut menjelaskan suatu proses yang sudah terjadi sehingga
menjadi yang sekarang dengan menjelaskan makna dibaliknya dengan jelas dan
mudah dipahami oleh pembaca.
2.
Metafora
Metafora adalah
kiasan langsung, artinya benda yang dikiaskan itu tidak disebutkan (Waluyo,
1991:84). Berikut adalah metafora dari puisi “Negara Mainan”.
Bung karno, sekarang
negaramu mirip pesawat kertas 1
ke sana kemari semacam
cacing kena kapur! 4
meremas dada garuda
6
ninja berdasi, merampas
milik ibu sendiri, ibu pertiwi. 18
sudah
dibayar jadi kambing hitam. 31
Pada bait diatas, terdapat metafora yang
ditunjukan dengan kata-kata negaramu mirip pesawat
kertas diartikan sebagai negara yang rapuh, terombang-ambing dan dapat
dibuat oleh siapapun yang menjadi pemangku kepentingan dengan memegang kemudi
suatu negara sesuka hatinya. Yang di maksut dengan baris ke sana kemari semacam
cacing kena kapur digunakan penyair umtuk menggambarkan
bahwa kondisi negara pada saat itu sangat resah gelisah dan tidak tenang negara
yang bergerak tak menentuh arah dan jika terkenal sesuatu maka akan menggeliat
merintih seakan tak ada yang dapat menolong. Sedangkan yang di maksut dengan
meremas dada garuda adalah meggambarkan
bahwa penyair merasa bingung, tidak tahu apa yang harus dilakukan untuk dapat
megembalikan system dan tatanan yang benar didalam negara terkait dengan oknum
pemerintahan, keamanan negara dan masyarakat.
3. Personifikasi
Personifikasi
atau penginsanan merupakan gaya bahasa yang melekat pada sifat manusia tehadap
beda yang sesungguhnya tidak nyata juga memiliki ide yang abstrak. Sehingga,
gaya bahasa personifikasi bias membuat benda yang tidak bernyawa itu seolah
memiliki sifat manusia (Tarigan 1985:17). Berikut majas personifikasi.
Bung karno, sekarang
negaramu mirip pesawat kertas 1
ke sana kemari semacam
cacing kena kapur! 4
meremas dada garuda
6
ninja berdasi, merampas
milik ibu sendiri, ibu pertiwi. 18
sudah
dibayar jadi kambing hitam. 31
Pada bait diatas, terdapat metafora yang
ditunjukan dengan kata-kata negaramu mirip pesawat
kertas diartikan sebagai negara yang rapuh, terombang-ambing dan dapat
dibuat oleh siapapun yang menjadi pemangku kepentingan dengan memegang kemudi
suatu negara sesuka hatinya. Yang di maksut dengan baris ke sana kemari semacam
cacing kena kapur digunakan penyair umtuk menggambarkan
bahwa kondisi negara pada saat itu sangat resah gelisah dan tidak tenang negara
yang bergerak tak menentuh arah dan jika terkenal sesuatu maka akan menggeliat
merintih seakan tak ada yang dapat menolong. Sedangkan yang di maksut dengan
meremas dada garuda adalah meggambarkan
bahwa penyair merasa bingung, tidak tahu apa yang harus dilakukan untuk dapat
megembalikan system dan tatanan yang benar didalam negara terkait dengan oknum
pemerintahan, keamanan negara dan masyarakat.
4.
Majas
Klimaks
Majas yang
berfungsi untuk menambah intensitas perasaan pembaca/ pendengar dan memperoleh
kenikmatan saat membaca. Majas klimaks digunakan untuk mengurutkan pikiran yang
semakin meningkat kepentingannya (Tarigan 1985:55).
Dari puisi ini pengarang menjelaskan urutan waktu hari ini dan besok secara berturut-turut dalam menjelaskan apa saja peristiwa
yang terjadi di Indonesia dan yang merisaukan hati penyair.
1)
Perlambangan
Perlambangan
seperti halnya kiasan, perlambangan digunakan untuk memperjelas makna dan
membuat nada dan suasana sajak menjadi lebih jelas, sehingga dapat menggugah
hati pembaca (Waluyo, 1991:87), Menggunakan lambang dalam sebuah larik akan
membuat makna lebih hidup dan lebih jelas dan lebih mudah dibayangkan oleh
pembaca.
a.
Lambang Benda
Lambang
benda digunakan penyair untuk menggantikan sesuatu yang ingin diucapkan oleh
penyair, seperti halnya burung garuda yang digunakan sebagai lambang persatuan
Indonesia (Waluyo, 1991:88).
Bung karno, sekarang
negaramu mirip pesawat kertas 1
ke sana kemari semacam
cacing kena kapur! 4
meremas dada garuda
6
ninja berdasi, merampas
milik ibu sendiri, ibu pertiwi. 18
Ditunjukan dengan kata-kata negaramu mirip pesawat kertas diartikan sebagai negara
yang rapuh, terombang-ambing dan dapat dibuat oleh siapapun yang menjadi
pemangku kepentingan dengan memegang kemudi suatu negara sesuka hatinya. Yang
dimaksud dengan baris kesana kemari semacam cacing
kena kapur digunakan penyair umtuk
menggambarkan bahwa kondisi negara pada saat itu sangat resah gelisah dan tidak
tenang negara yang bergerak tak menentuh arah dan jika terkenal sesuatu maka
akan menggeliat merintih seakan tak ada yang dapat menolong. Sedangkan yang
dimaksud dengan meremas dada garuda adalah
meggambarkan bahwa penyair merasa bingung, tidak tahu apa yang harus dilakukan
untuk dapat megembalikan system dan tatanan yang benar didalam negara terkait
dengan oknum pemerintahan, keamanan negara dan masyarakat.
b.
Lambang
Suasana
Lambang suasana
dapat dilambangkan dengan suasana lain yang lebih konkret. Lambang suasana
biasanya dilukiskan dalam kalimat atau alinea dengan demikian yang diwakili
adalah suatu suasana dan bukan hanya peristiwa sepintas (Waluyo, 1991:89).
Dapat di lihat pada baris berikut:
Bung, negaramu kini makin ulet
13
supaya negara maju bangsa makmur
62
Hari ini akan ditingkatkan kesejahteraan
rakyat 66
Pada
larik diatas terdapat lambang suasana yang ditunjukkan dengan kata ulet,
makmur dan kesejahteraan. Kata-kata
tersebut digunakan penyair untuk menunjukan kiat dan usaha dalam mencapai
tujuan suatu negara, namun bukan untuk dibanggakan tapi menjadi olok-olokan
karena gagal dalam mencapai tujuan negara kepada rakyatnya.
5)
Versifikasi
Bunyi
dalam puisi menghasilkan rima dan ritme. Versifikasi merupakan persajakan yang
mempengaruhi indahnya suatu puisi. Keindahan dapat dilihat dari pengulangan
kata atu bunyi yang digunakan.
1.
Rima
Rima adalah pengulangan bunyi di dalam baris atau larik
puisi, pada akhir puisi atau juga pada keseluruhan baris puisi. Dalam puisi
banyak jenis rima yang kita jumpai (Waluyo 1991:94).
Berikut adalah rima dari sajak “Negara Mainan”.
Larik (1-12) Bung karno, sekarang negaramu mirip
pesawat kertas
Negaramu
dibuat makin tipis, makin ringan.
Terbang
dijadwalkan, arahnya diatur-atur,
ke
sana kemari semacam cacing kena kapur!
Aduh,
kita harus bagaimana?
Meremas
dada garuda
Bukan
solusi menyadarkan Indonesia benar?
Merobek
undang-undang dasar
bukan
solusi mengingatkan Indonesia besar?
Membakar
istana presiden
bukan
akhir kisah penerbangan Indonesia!
Sudah
jelas benar.
Rima yang sering muncul pada larik ini adalah rima tak sempurna
karena hanya sebagian suku akhir yang sama bunyinya. Rima yang muncul pada
baris diatas yaitu /a/a/r/r/a/a/r/r/r/n/a/r/.
Larik pertama, kedua, kelima, keenam, dan kesebelas memiliki persamaan bunyi a, sedangkan blarik ketiga, keempat, ketujuh,
delapan Sembilan, dan duabelas memiliki persamaan bunyi r. Kemudia larik kesepuluh tidak memiliki persamaan bunyi.
Larik (13-26) Bung, negaramu kini makin ulet
ikut lomba mencuri!
Bibit pencuri ini masuk di kemaluan pencuri,
lahir dari rahim pencuri, besar diasuh pencuri,
diasah kemampuan mencuri, digembleng seperti mariner,
ninja berdasi, merampas milik ibu sendiri, ibu
pertiwi.
Bagaimana tidak dapat gelar juara mencuri?
Bung, negaramu suka main perang-perangan,
main tangkap-tangkapan,
apalagi main bongkar pasang jebakan!
Main baku tembak antar polisi dan tentara.
Hari ini satu tentara kena pukul,
besoknya lima kantor polisi terbakar hangus,
dihantam balas dendam pasukan khusus.
Rima yang sering muncul pada larik ini adalah rima tak sempurna
karena hanya sebagian suku akhir yang sama bunyinya. Rima yang muncul pada
larik diatas yaitu e/i/i/i/e/i/i/a/a/a/a/u/u/u.
Larik ketigabelas dan ketujubelas memiliki persamaan bunyi e, larik keempat, kelimabelas, keenambelas, kelapanbelas,
kesembilanbelas mimiliki persamaan bunyi i,
larik keduapuluh, kedupuluhsatu keduapuludua dan keduapuluhtiga memiliki
persamaan bunyi a sedangkan larik
keduapuluhempat, keduapuluhlima dan duapuluhenam memiliki persamaan bunyi u.
Larik (27-41) Hari
ini satu pejabat bunuh pejabat lain
karena
merasa tersaingi,
besoknya
yang ditangkap adalah
orang
lain yang tak bersalah,
sudah
dibayar jadi kambing hitam.
Hari
ini pelaku bom bunuh diri
berhasil
menewaskan ribuan orang,
setelah
diselidiki ternyata
pelakunya
oknum pemerintah
Hari
ini warga tewas,
besoknya
warga lain tewas,
lusanya
tewas juga,
setelah
diselidiki
ternyata
tewas karena peluru nyasar
para
tentara yang latihan menembak.
Rima yang sering muncul pada larik ini adalah rima a/a/a/a/a/i/a/a/a/a/a/a/i/a/a/. Pada
larik tesebut terdapat rima terus. Larik keduapuluhtujuh, keduapuluhdelapan,
keduapuluhsembilan, ketigapuluh, ketigapuluhsatu, ketigapuluhtiga,
ketikapuluhempat, ketigapuluhlima, ketigapuluhenam, ketigapuluhtujuh,
ketigapuluhdelapan, keempatpuluh, dan keempatpuluhsatu memiliki persamaan bunyi
a. Sedangkan larik ketigapuludua dan
ketigapuluhsembilan memiliki persamaan bunyi i.
Larik (42-53) Hari ini koruptor ditangkap,
besok
yang masuk berita,
media
cetak, media elektronik bukannya dia,
malah
nenek-nenek yang curi kelapa
karena
tidak punya uang untuk biaya sekolah cucunya.
Bung,
bung, kasihan bung!
Seandainya
kau masih hidup
Pasti
kau kenal serangan jantung
Pasti
kau jadi mayat hidup!
Bung,
negaramu juga suka main tanam janji!
Pejabat-pejabat pemerintahmu
suka sesumbar kepada rakyat.
Rima yang sering muncul pada larik ini adalah rima /a/a/a/a/a/u/u/u/u/a/a/a/. pada pada
larik tersebut terdapat rima terus. Larik keempatpuluhdua, keempatpuluhtiga,
keempatpuluempat, keempatpuluhlima keempatpuluhenam, kelimapuluhsatu,
kelimapuluhdua dan kelimapuluhtiga memiliki persamaan bunyi a. Sedangkan larik keempatpulutujuh,
keempatpuluhdelapan, keempatpuluhsembilan dan kelimapulu memiliki persamaan bunyi u.
Larik (54-60) Hari ini diadakan besar di gedung DPR-MPR,
akan dibahas kasus korupsi,
masalah kemiskinan dan pengangguran,
masalah
kriminal yang meningkat
besoknya
semua anggota dewan tidur diatas meja rapat
sampai
lahurnya menetes ke lantai
seperti
anak ayam turun praktek.
Rima yang sering
muncul pada baris ini yaitu / r/e/a/a/a/a/a/. Pada larik tersebut
terdapat rima terus. Larik kelimapuluhempat dan limapuluhlima tidak memiliki
persamaan bunyi. Sedangkan larik kelimapuluhtujuh,
kelimapuluhdelapan, kelimapuluhsembilan dan keenampuluh memiliki persamaan
bunyi a.
Larik
(61-71) Hari ini diberdayakan semua keluarga miskin
supaya
negara maju bangsa makmur
Besoknya
yang dicairkan adalah
berita
penahanan pejabat,
lagi-lagi
dananya sudah ditelan diam-diam!
Hari
ini akan ditingkatkan kesejahteraan rakyat,
dengan
adanya program KB
supaya
mengurangi angka kemiskinan.
Besoknya
anak pejabat lahir sampai sembilan
Sebab
mereka begitu bernafsu
untuk
meneruskan generasi pencuri unggulan.
Rima yang sering muncul pada larik ini adalah
rima /i/a/a/a/a/a/a/a/a/a/a/. Pada
larik tersebut terdapat rima terus. Larik keenampuluhsatu tidak memiliki
persamaan bunyi. Sedangkan larik keenampuluhdua, keenampuluhtiga,
keenampuluhempat, keenampuluhtujuh, keenampuluhdelapan, keenampuluhsembilan,
ketujuhpuluh dan ketujuhpuluhsatu memiliki persamaan bunyi a.
Baris (72-77) Hari ini Israel Palestina baku bom,
sekejap
presiden mengirimkan pasukan Garuda.
Padahal,
kerusuhan-kerusuhan di tanah sendiri
masih
belum tuntas, masih jadi masalah besar,
masih
dikuasai provokator dan teroris biadap!
Betapa
murah hatinya bapak negara kita.
Rima yang sering muncul pada baris ini adalah
rima /b/a/i/b/b/a/. Pada larik tersebut terdapat rima terus. Larik
ketujuhpuludua, ketujuhpululima, dan
ketujuhpuluhenam memiliki persamaan bunyi b. sedangkan larik ketujuhpuluhtiga dan ketujuhpuluhtujuh memiliki
persamaan bunyi a. dan larik
ketujuhpuluhempat tidak memiliki persamaan bunyi.
Larik (78-80) Bung, bung, bung! Tragis bung!
Sadis bung!
Seandainya
kau masih hidup
Pasti
kau langsung serangan jantung!
Rima yang sering muncul pada larik ini yaitu
rima /u/u/u/ sempurna pada larik
tersebut terdapat rima terus yang memiliki persamaan bunyi u
2.
Ritma
Ritma merupakan
pertentangan bunyi tinggi rendah, panjang pendek, keras lemah yang mengalun
dengan teratur dan berulang-ulanag sehingga
membentuk keindahan Waluyo (1991:94). Bentuk ritma dari sajak “Negara
Mainan” adalah sebagai berikut.
Bung karno,/ sekarang negaramu mirip pesawat kertas/
Negaramu dibuat makin tipis,/ makin ringan./
Terbang dijadwalkan,/arahnya diatur-atur,/
ke sana kemari semacam cacing kena kapur/!
Aduh,/kita harus bagaimana/?
Meremas dada garuda/
Bukan solusi menyadarkan Indonesia benar?/
Merobek undang-undang dasar/
bukan solusi mengingatkan Indonesia besar/?
Membakar istana presiden/
bukan akhir kisah penerbangan Indonesia/!
Sudah jelas benar/.
Bung,/negaramu kini makin ulet/
ikut lomba mencuri!/
Bibit pencuri ini masuk di kemaluan pencuri,/
lahir dari rahim pencuri,/ besar diasuh pencuri,/
diasah kemampuan mencuri,/ digembleng seperti mariner,/
ninja berdasi,/ merampas milik ibu sendiri,/ ibu pertiwi./
Bagaimana tidak dapat gelar juara mencuri/?
Bung,/negaramu suka main perang-perangan,/
main tangkap-tangkapan,/
apalagi main bongkar pasang jebakan/!
Main baku tembak antar polisi dan tentara/.
Hari ini satu tentara kena pukil/,
besoknya lima kantor polisi terbakar hangus/,
dihantam balas dendam pasukan khusus/.
Hari ini satu pejabat bunuh pejabat lain/
karena merasa tersaingi,/
besoknya yang ditangkap adalah/
orang lain yang tak bersalah/,
sudah dibayar jadi kambing hitam./
Hari ini pelaku bom bunuh diri/
berhasil menewaskan ribuan orang,/
setelah diselidiki ternyata/
pelakunya oknum pemerintah/
Hari ini warga tewas,/
besoknya warga lain tewas,/
lusanya tewas juga,/
setelah diselidiki/
ternyata tewas karena peluru nyasar/
para tentara yang latihan menembak/.
Hari ini koruptor ditangkap,/
besok yang masuk berita,/
media cetak, media elektronik bukannya dia,/
malah nenek-nenek yang curi kelapa/
karena tidak punya uang untuk biaya sekolah cucunya/
Bung, bung, kasihan bung/!
Seandainya kau masih hidup/
Pasti kau kenal serangan jantung/
Pasti kau jadi mayat hidup/!
Bung, negaramu juga suka main tanam janji/!
Pejabat-pejabat pemerintahmu/
suka sesumbar kepada rakyat/.
Hari ini diadakan besar di gedung DPR-MPR/,
akan dibahas kasus korupsi/,
masalah kemiskinan dan pengangguran/,
masalah kriminal yang meningkat/
besoknya semua anggota dewan tidur diatas meja rapat/
sampai lahurnya menetes ke lantai/
seperti anak ayam turun praktek./
Hari ini diberdayakan semua keluarga miskin/
supaya negara maju bangsa makmur/
Besoknya yang dicairkan adalah/
berita penahanan pejabat,/
lagi-lagi dananya sudah ditelan diam-diam/!
Hari ini akan ditingkatkan kesejahteraan rakyat,/
dengan adanya program KB/
supaya mengurangi angka kemiskinan./
Besoknya anak pejabat lahir sampai Sembilan/
Sebab mereka begitu bernafsu/
untuk meneruskan generasi pencuri unggulan./
Hari ini Israel Palestina baku bom,/
sekejap presiden mengirimkan pasukan Garuda/.
Padahal,/ kerusuhan-kerusuhan di tanah sendiri/
masih belum tuntas,/ masih jadi masalah besar,/
masih dikuasai provokator dan teroris biadap/!
Betapa murah hatinya bapak negara kita./
bung,/bung,/ bung/! Tragis bung/! Sadis bung/!
Seandainya kau masih hidup/
Pasti kau langsung serangan jantung/!
6)
Tata
Wajah (Tipografi)
Tipografi
merupakan pembeda yang penting antara puisi dengan prosa dan drama, baris puisi
tidak bermula dari tepi kiri dan berakhir ke tepi kanan baris. Hal ini disebut
sebagai eksistensif sebuah puisi. (Waluyo 2003:97).
.
Tata wajah (tipografi) dari sajak “Negara Mainan” terdiri dari baris-baris yang
tersusun dengan penggunaan huruf besar-kecil pada awal kalimat dan tanda baca
lengkap serta secara struktural terdiri dari 80 Larik.
4.2.1.2
Struktur
Batin Sajak “Negara Mainan”
Struktur batin yaitu struktur yang emngungkapkan hal yang hendak
dikemukakan oleh penyair dengan perasaan dan suasana jiwanya. Struktur batin
puisi meliputi : tema, perasaan pengarang, nada dan suasana dan amanat (Waluyo
1991:102).
1)
Tema
Tema atau sense merupakan gagasan pokok atau
subjek matter yang dikemukaan penyair (Waluyo, 1991:106). Adapun tokoh yang
ditonjolkan sebagai topik dari kedua puisi yakni Pemerintah, Pejabat Negara dan
Aparatur Negara. Selain tokoh yang ditunjukan, disamping itu tema dapat
dibuktikan setelah menelaah unsur-unsur yang terdapat pada struktur fisik.
Diksi, pengimajian, kata konkrit, bahasa figurative, versifikasi serta tipografi
merupakan unsur-unsur yang memperkuat tema kehidupan sosial.
Tema dari Sajak
“Negara Mainan” karya Eko Saputra
Poceratu yaitu menggunakan tema Kedaulatan Rakyat lebih cendrung meberikan
kritik dalam menantang kekuasaan atau penjajahan yang sewenang-wenang.sajak ini
memuat tentang tentang kritikan terhadap tindakan Pemerintah, Pejabat Negara
dan Aparatur Negara yang melakukan tindakan menyimpang dalam melanggar norma
atau aturan yang berlaku didalam masyarakat. Hal ini dapat dilihat pada seluruh
larik yang dituangkan oleh penyair.
2)
Perasaan
Perasaan penyair dalam
puisinya dapat di kenal melalui penggunaan ungkapan-ungkapan yang digunakan
dalam puisinya karena dalam menciptakan puisi suasana hati penyair juga ikut
diekspresikan dan akan dapat dihayati oleh pembaca. Perasaan (feeling) sebagai unsur puisi adalah
sikap penyair terhadap pokok persoalan yang ditampilkan. Menurut (Waluyo,
1987:121) Perasaan atau feeling adalah
sikap penyair terhadap objek yang dibicarakan atau diungkapkan dalam puisi.
Pada Sajak “Negara
Mainan” Perasaan yang yang dialami
penulis ialah resah dan tidak menerima perlakuan Pemimpin Negara, Pejabat
Negara dan Aparatur Negara terkait dengan masalah-masalah sosial, tindak
Korupsi, Kolusi, penyimpangan yang dilakukan terhadap Negara dan masyarakat
Indonesia.
3) Nada dan Suasana
Nada dan suasana puisi
saling berhubungan karena nada puisi menimbulkan suasana terhadap pembaca
(Waluyo, 1991:125). Nada adalah cara penyair menyampaikan puisinya sesuai
dengan pilihan kata-kata dari penulis. Sementara suasana adalah efek yang
dirasakan pembaca setelah membaca atau mendengar puisi yang disampaikan oleh
penulis.
Nada yang ditunjukan
oleh penyair dalam sajak Negara Mainan adalah marah, kecewa, sindiran. Suasana,
yang di rasakan pada Sajak “Negara Mainan”
karya Eko Saputra Poceratu ialah kekecewaan dan resahan. Dapat di lihat
pada semua baris puisi tersebut.
4)
Amanat
Amanat
puisi adalah maksud yang hendak disampaikan atau himbauan atau pesan atau
tujuan yang hendak disampaikan penyair (Waluyo 1991:134). Amanat yang ingin
disampaikan pengarang ialah berbagai masalah sosial, isu sosial, tindak
korupsi, kolusi, terorisme dan kriminalitas yang terjadi di dalam suatu negara
yang berdampak pada masyarakat akibat ulah oknum pemangku kepentingan dan
kritik terhadap pemerintah yang belum bisa mendapat solusi dari segala masalah
sosial yang terjadi, penyair mengajak masyarakat atau pembaca untuk tidak
menutup mata terhadap berbagai masalah yang terjadi namun menjadi masyarakat
yang bisa menyuarakan apa yang dianggap benar untuk dilakukan dan apa tindakan
yang tidak boleh terulang jika masyarakat lain berada di posisi para pemangku
kepentingan di negara tersebut dengan melakukan tindakan yang benar demi
kepentingan bersama dalam mencapai cita-cita dan tujuan bangsa.
Sosok yang ditampilkan oleh penyair ialah Bung Karno atau yang lebih dikenalnya
dengan nama Ir. Soekarno merupakan proklamator sekaligus Presiden pertama
Republik Indonesia. Beliau merupakan salah satu dari beberapa tokoh pejuang
kemerdekan Indonesia dan sebagai pencetus dasar Negara Pancasila, merumuskan
UUD 1945 dan dasar-dasar pemerintahanan Indonesia. Sosok Soekarno dikagumi oleh
masyarakat dengan sikap kewibawaan dan kharismatik yang tinggi. Adapun sikap
dari Bung Karno yang diteladani oleh kalangan masyarakat antara lain pantang
mundur dan tidak kenal menyerah, mengutamakan musyawarah dan mufakat, berani
dan rela berkorban untuk tanah air, bangsa dan Negara, meletakan kepentingan
bangsa dan Negara diatas kepentingan pribadi dan memiliki semangat kekeluargaan
dan kebersamaan.
Sikap Bung Karno inilah yang menjadi
cerminan bagi penyair dalam membuat setiap larik pada sajak Negara Mainan.
Dengan meneladani sikap Bung Karno, penyair mencoba menunjukan bahwa Bung Karno
adalah sosok yang sangat dihargai, diakui dan dicontohi agar apa yang telah
dibangun oleh para pendiri Negara dapat ditiru oleh pembaca yang dikhususkan
bagi generasi kedepan dalam melaksanakan tugas pemerintahan dengan benar dan
mengedepankan kepentingan bersama. Penyair berharap dengan menyebutkan seorang
Bung Karno secara tidak langsung dapat merefleksikan apa saja yang sudah
terjadi di Negara Indoensia dan apa saja yang seharusnya dibenah dan diperbaiki
sehingga dapat kembali memutar haluan menjadi Negara yang menjunjung
kredibilitas, integritas dan komitmen dalam membangun Negara Indonesia yang
telah didesain oleh pendiri Negara untuk menjadikan Negara yang bersahaja dan konsisten dalam menjalankan
setiap cita-cita dan tujuan Negara Indonesia.
4.2.2
Struktur
Sajak“ Trias Politika Di Negeri Rimba”
Puisi “Trias Politika di Negeri Rimba” karya Revelino Berivon Nepa
terdiri dari lima (5) bait, walaupun masing-masing baitnya terdapat perbedaan
banyaknya baris atau larik. Pada bait pertama terdiri dari empat (4) larik,
bait kedua terdiri dari empat (4) larik, bait ketiga terdiri dari lima (5)
larik, bait keempat terdiri dari tujuh
(7) larik, bait kelima terdiri dari dua (2) larik.sehingga secara keseluruhan
puisi ini terdiri dari dua puluh dua (22) larik. Puisi ini menceritakan kritik social. Sastra ini termasuk
dalam jenis puisi baru yakni Satire,
yaitu puisi yang berisi tentang sindiran atau suatu kritikan. Untuk lebih
jelasnya akan dipaparkan dibawah ini.
Trias Politika Di
Negeri Rimba
Atas nama profil dan pengentasan kaum pengangguran 1
korporat datang ke hutan-hutan rimba perawan 2
sebab keuntungan telah menguburkan bayangan duka perampasan
3
pohon-pohon bisa tumbang dengan cek bernilai silahkan isi
sendiri 4
Pemerintah atas nama pendapatan daerah dan peningkatan
kesejahteraan 5
investasi, hak olah, hak guna dengan mudah diberi tanda tangan
persetujuan 6
Sebab kantong belum lagi terisi, rasa teramat ringan 7
Birokrat, semua kepala mereka dengan mudah merubah haluan
8
Ada lagi serigala berseragam buaya berpentung, 9
tikus militer apalah namanya terserah mau kau panggil apa itu
para
bajingan bersenjata 10
Atas nama ketertibaan dan keamanan berdasarkan azas kerling mata
kongkalikong, kokong! 11
Siapa melawan demi tanah adat, demi hutan adat, demi bumi, demi
identitas pasti dihajar 12
Aparat militer cuman preman milik negara, sumpah setia hirarkis
berubah kurang ajar 13
Ah, ini trias politika gaya baru 14
Korporat, birokrat dan aparat 15
Di Yamdena, Tana adat Aru, Hutan Riau, Rimba Papua dan
Kalimantan 16
Merekalah aktor-aktor di balik setiap episode-episode perampasan
17
Dalang di belakang hutan-hutan sekarat 18
Sutradara dibalik kisa-kisa rakyat melarat 19
Manusia, tumbuhan,hewan terselimuti asap lalu menjelma bangkai-
bangkai berkarat 20
Korporat, birokrat, dan aparat 21
Ketiga primata ini memang keparat 22
4.1.1.1
Struktur
Fisik sajak “Trias Politika di Negeri Rimbah”
Struktur fisik puisi
terdiri atas baris-baris puisi yang bersama-sama membangun bait-bait puisi
selanjutnya bait-bait itu membagun kesatuan makna di dalam keseluruhan puisi
sebagai sebuah wacana. Unsur-unsur puisi yang termasuk dalam struktur fisik
puisi meliputih diksi, pengimajian, kata konkret, bahasa figuratif (majas),
verifikasi, dan tata wajah (tipografi).
1)
Diksi
(Pilihan Kata)
Menurut Waluyo (2003:72) pilihan kata yang ditulis dalam
puisi harus dipertimbangkan maknanya, komposisi bunyinya, dalam rima dan ritma
serta kedudukannya dalam konteks kalimat yang digunakan haruslah sesuai dengan
keseluruan isi puisi itu. Oleh karena di samping memilih kata-kata yang tepat,
penyair juga mempertimbangkan urutan kata dan kekuatan atau daya magis dari
kata-kata tersebut. Kata-kata diberi makna baru dan yang tidak bermakna diberi
makna oleh penyair. Diksi sajak “Trias Politika di Negeri Rimba”. Yaitu sebagai
berikut.
Bait (1): Atas nama profil dan pengentasan kaum
pengangguran
korporat datang ke
hutan-hutan rimba perawan
sebab keuntungan telah
menguburkan bayangan duka perampasan
pohon-pohon bisa
tumbang dengan cek bernilai silahkan isi sendiri
Bait (2): Pemerintah atas nama pendapatan daerah dan
peningkatan
kesejahteraan
investasi, hak olah,
hak guna dengan mudah diberi tanda tangan
persetujuan
Sebab kantong belum
lagi terisi, rasa teramat ringan
Birokrat, semua kepala
mereka dengan mudah merubah haluan
Bait (3): Ada lagi serigala berseragam buaya
berpentung,
tikus militer apalah
namanya terserah mau kau panggil apa itu para
bajingan bersenjata
Atas nama ketertibaan
dan keamanan berdasarkan azas kerling mata
kongkalikong, kokong!
Siapa melawan demi
tanah adat, demi hutan adat, demi bumi, demi
identitas pasti
dihajar
Aparat militer cuman
preman milik negara, sumpah setia hirarkis
berubah kurang ajar
Bait (4): Ah, ini
trias politika gaya baru
Korporat, birokrat dan
aparat
Di Yamdena, Tana adat
Aru, Hutan Riau, Rimba Papua dan Kalimantan
Merekalah aktor-aktor
di balik setiap episode-episode perampasan
Dalang di belakang
hutan-hutan sekarat
Sutradara dibalik
kisa-kisa rakyat melarat
Manusia,
tumbuhan,hewan terselimuti asap lalu menjelma bangkai-
bangkai berkarat
Bait (5): Korporat,
birokrat, dan aparat
Ketiga primata ini memang keparat
Bait pertama.
Pilihan kata /Atas nama profil dan
pengentasan kaum pengangguran/ digunakan penyair untuk menunjukan alasan
semua tindakan oknum pemerintahan dalam melakukan pengetasan pengangguran yang
ada didalam masyarakat. Pilihan kata /koorporat
datang ke hutan-hutan rimba perawan/ digunakan penyair untuk menjelaskan
salah satu pemangku kepentingan yakni koorporat yang menghampiri hutan-hutan
rimba yang belum pernah tersentuh oleh manusia. Pilihan kata /sebab keuntungan telah menguburkan bayangan
duka perampasan/ digunakan penyair untuk menjelaskan penyebab yang diterima
oleh rakyat dan mengakibatkan perampasan yang dilakukan sewenang-wenangnya
terhadap milik negeri adat. Pilihan kata /pohon-pohon
bisa tumbang dengan cek bernilai silahkan isi sendiri/ digunakan penyair
saat menjelaskan apa dampak yang terjadi
saat pohon-pohon tumbang dan menghasilkan keuntungan yang dapat diatur oleh
pemangku kepentingan.
Bait
kedua. Pilihan kata /Pemerintah atas nama
pendapatan daerah dan peningkatan Kesejahteraan/ digunakan penyair demi
menjelaskan kembali alasan pemangku kepentingan dalam hal ini pemerintah
mengelabui rakyat dengan mengatasnamakan pendapatan dan peningkatan
kesejahteraan masyarakat dalam menjalankan misi untuk mendapatkan keuntungan.
Pilihan kata /investasi, hak olah, hak
guna dengan mudah diberi tanda tangan persetujuan/ digunakan penyair untuk
melanjutkan kembali alasan yang dipaparkan pada larik sebelumnya dengan
menyebutkan investasi, hak olah, hak guna dan bahkan dengan mudah diberi persetujuan
untuk menghalalkan tujuan pemangku kepentingan demi keuntungannya sendiri.
Pilihan kata /sebab kantong belum lagi
terisi, rasa teramat ringan/ digunakan penyair untuk menggambarkan kantong
dalam hal ini tempat penyimpanan uang dari si pemangku kepentingan yang belum
terisi dan masih sedikit atau ringan. Pilihan kata /birokrat, semua kepala mereka dengan mudah berubah haluan/ penyair
gunakan untuk menyebut oknum birokrat yakni seorang atau kelompok yang
menjalankan tugas berupa pekerjaan administrasi (pekerjaan meja) yang dapat
dengan mudah berubah pandangan atau pikiran saat dipengaruhi atau terpengaruh
oleh sesuatu.
Bait ketiga.
Pilihan kata /ada lagi serigala
berseragam buaya berpentung/ digunakan penyair untuk menyebutkan manusia
yang disamakan dengan serigala berseragam salah satu hewan antagonis atau yang
berperan sebagai si jahat dan si semana-mena serta buaya berpentung menyiratkan
bahwa manusia yang disamakan dengan buaya yang jahat dan berpentung yakni salah
satu aparatur Negara yang memegang kekuasaan mengamankan suatu lokasi didalam
Negara. Pilihan kata /tikus militer
apalah namanya terserah mau kau panggil apa itu para bajingan bersenjata/ digunakan
penyair untuk mengumpamakan para manusia yang memiliki tugas keamanan didalam
Negara yang mempunyai hak untuk bisa menggunakan senjata, penyair secara
langsung menyebutkan mereka bajingan bersenjata. Pilihan kata /atas nama ketertiban dan keamanan
berdasarkan azas kerling mata kongkalikonh, kokong/ digunakan penyair secara
harafiah untuk menjelaskan asas yang dimaksud ialah pandangan mata kesebelah
kanan atau kiri tanpa menggerakkan kepala, tetapi hanya menggerakkan bola mata
kearah sudut mata sebelah kanan atau kiri matanya membangkitkan birahi. Seakan
tindakan yang dilakukan merupakan kerjasama atau kongkalikong yang merupakan hasrat dari pihak yang melakukan
tindakan kerling. Pilihan kata /siapa
melawan demi tanah adat, demi hutan adat, demi bumi, demi identitas pasti
dihajar/ digunakan penyair untuk menunjukan jika ada perlawanan dari rakyat
demi melindungi tanah adat pasti mendapat akibat berupa dihajar atau
diperlakukan tidak adil. Pilihan kata /aparat
militer Cuma preman milik Negara, sumpah setia hirarkis berubah kurang ajar/
digunakan penyair untuk menjelaskan aparatur keamanan milik Negara hanyalah
preman yang adalah partikelir swasta, sebutan untuk orang jahat yang identic
dengan tindakan penodongan, perampokan dan pemerasan. Sumpah setia hirarki
adalah sumpah militer yang mengarah pada kepatuha prajurit dalam memahami dan
menjalakan tugas sesuai dengan tingkatan jabatan dalam suatu Negara dan penyair
menyebutnya sudah berubah kerarah yang tidak benar atau sudah tidak sesuai
dengn sumpah yang telah diucapakan untuk Negara.
Bait keempat. Pilihan kata /ah, ini trias politika gaya baru/ digunakan
penyair untuk menyebutkan istilah trias politika yang dibuat oleh penyair.
Pilihan kata /koorporat, birokrat dan aparat/ digunakan
oleh penyair untuk mempertegas trias politika gaya baru terdiri dari koorporat,
birokrat dan apartur Negara. Pilihan kata
/di Yamdena, tana adat Aru, Hutan Riau, Rimba Papua dan Kalimantan/
digunakan oleh penyair untuk menyebutkan daerah-daerah yang menjadi korban dan
terdampak oleh tindakan Trias Politika yang disebutkan oleh penyair yakni
Yamdena dan Aru yang merupakan daerah di Maluku, hutan Riau di kepulauan Riau
Sumatera, hutan Papua dan hutan Kalimantan. Pilihan kata /merekalah actor-aktor dibalik setiap episode-episode perampasan/ digunakan
penyair untuk menegaskan tiga oknum yang menjadi tersangka atau dalang yang
bertanggung jawab atas semua tindakan perampasan yang terjadi didaerah-daerah
yang disebutkan oleh penyair. Pilihan kata /dalang
dibelakang hutan-hutan sekarat/ digunakan oleh penyair untuk menjelaskan
bahwa dalang ialah seseorang atau kelompok yang memegang kendali dalam
melakukan tugas perampasan hak untuk hutan didaerah-daerah. Pilihan kata /sutradara dibalik kisa-kisa rakyat melarat/
digunakan penyair untuk menyebutkan kembali sutradara atau orang mengrahkan
atau mengontrol kisah atau peristiwa yang terjadi pada kalangan masyarakat.
Pilihan kata /manusia, tumbuhan, hewan
terselimuti asap lalu menjelma bangkai-bangkai berkarat/ digunakan penyair
untuk menjelaskan makhluk hidupa yang menjadi korban kejahatan dari korporat,
birokrat dan aparat sementara menjelma bangkai-bangkai berkarat yang berarti
adanya makhluk hidup yakni tumbuhan dan hewan yang berubah menjadi hal lain
yakni bangkai atau sesuatu yang mati tanpa disembelih namun tak dipedulikan
lagi sehingga menjadi sesuatu yang usang dan tidak bermakna apapun.
Bait kelima.
Pillhan kata /korporat, birokrat dan
aparatur/ digunakan penyair untuk menyebutkan kembali siapa saja trias
politika gaya baru yang disebutkan pada larik sebelumnya. Pilhan kata /ketiga primate ini memang keparat/
digunakan penyair dalam mengekspresikan kekesalan bagi para pemangku
kepentingan yaitu korporat, birokrat dan aparatur.
2)
Pengimajian
Menurut Waluyo
(2003:78), pengimajian menimbulkan tiga
imaji yaitu imaji visual, imaji auditif, dan imaji taktil. Imaji visual
(penglihatan) menimbukkan kata-kata yang menyebapkan apa yang digambarkan
penyair lebih jelas seperti yang dapat dilihat oleh pembaca. Imaji auditif
(pendengaran) adalah penciptaan ungkapan oleh penyair sehingga pembaca
seolah-olah mendengarkan suara seperti yang digambarkan oleh penyair. Sedangkan
imaji taktil (perasaan) yaitu penciptaan ungkapan oleh penyair yang mampu
mempengaruhi perasaan.
a.
Imaji Visual (Penglihatan)
Imaji visual adalah imaji yang mengandung
benda-benda yang Nampak. Jika penyair mengnginginkan imaji penglihatan, maka
puisi perlu dihayati seolah-olah melukiskan sesuatu yang bergerak (Waluyo,
1991:78). Dapat dilihat pada bait empat, larik ketiga dan ketujuh di bawah ini.
Bait (4): Ah, ini
trias politika gaya baru
Korporat, birokrat dan
aparat
Di Yamdena, Tana adat
Aru, Hutan Riau, Rimba Papua dan
Kalimantan
Merekalah aktor-aktor
di balik setiap episode-episode perampasan
Dalang di belakang
hutan-hutan sekarat
Sutradara dibalik
kisa-kisa rakyat melarat
Manusia,
tumbuhan,hewan terselimuti asap lalu menjelma bangkai-
bangkai berkarat
Pada bait ini, penyair mengajak pembaca untuk
seakan melihat tempat-tempat terjadinya penebangan pohon dan melihat makhluk
hidup yang sekarat dan bahkan mati diakibatkan oleh kegiatan manusia yang tidak
bertanggung jawab.
b.
Imaji Taktil
Imaji taktil adalah imaji yang mengandung
sesuatu yang dapat diraskan, diraba atau disentuh. Jika penyair menginginkan
imaji taktil, maka puisi perlu dihayati seolah-olah merasakan sentuhan perasaan
(Waluyo, 1991:79). Dapat di lihat pada bait ketiga, larik keduabelas dan bait
ke lima larik keduapuluhdua di bawah ini.
Bait (3): Ada lagi serigala berseragam buaya
berpentung,
tikus militer apalah
namanya terserah mau kau panggil apa itu para
bajingan bersenjata
Atas nama ketertibaan
dan keamanan berdasarkan azas kerling mata
kongkalikong, kokong!
Siapa melawan demi
tanah adat, demi hutan adat, demi bumi, demi
identitas pasti
dihajar
Aparat militer cuman
preman milik negara, sumpah setia hirarkis
berubah kurang ajar
Bait (5): Korporat,
birokrat, dan aparat
Ketiga primata ini memang keparat
Pada bait diatas, terdapat imaji taktil yang
ditunjukan dengan kata dihajar.
Penyair memberitahukan kepada pembaca merasakan akibat yang ditimbulkan jika
melawan ketiga primata yang
digambarkan penyair sebagai Koorporat,
birokrat dan aparat.
3)
Kata
Konkret
Menurut Waluyo (2003:81) kata-kata yang digunakan penyair
haruslah dapat mengarah pada arti yang menyeluruh. Untuk membangkitkan imaji
atau (daya banyang) pembaca maka kata-kata haus diperkonkret seperti halnya
pengimajian kata-kata yang diperkonkret erat kaitannya dengan penggunaan bahasa
kiasan dan lambing. Kata konkret dalam sajak “Trias Politika di Negeri Rimaba” yaitu sebagia
berikut.
Bait (1): Atas nama profil dan pengentasan kaum
pengangguran
korporat datang ke hutan-hutan rimba perawan
sebab keuntungan telah
menguburkan bayangan duka perampasan
pohon-pohon bisa
tumbang dengan cek bernilai silahkan isi sendiri
Bait kesatu larik kedua hutan-hutan rimba perawan diartikan sebagai wilayah luas yang
ditumbuhi pepohonan lebat, satwa, ekosistem nan alami, asli dan belum pernah
dijamah oleh manusia.
Bait (3): Ada lagi serigala
berseragam buaya berpentung,
tikus militer apalah namanya
terserah mau kau panggil apa itu para
bajingan bersenjata
Atas nama ketertibaan
dan keamanan berdasarkan azas kerling mata
kongkalikong, kokong!
Siapa melawan demi
tanah adat, demi hutan adat, demi bumi, demi
identitas pasti
dihajar
Aparat militer cuman preman milik negara, sumpah setia
hirarkis
berubah kurang ajar
Bait ketiga lagik kesatu, kedua, kelima serigala berseragam, buaya berpentung, tikus militer. Penyair
membandingkan perilaku hewan buas dan pengerat sebagai oknum apatur negara
secara langsung dengan mendeskripsikan apa yang menjadi identik pada oknum
aparatur negara. serigala berseragam,
buaya berpentung, tikus militer. Sementara preman milik negara merupakan sebutan kepada orang jahat (penodong,
perampok dan pemeras) yang ditujukan dalam suatu negara.
4)
Bahasa
Figuratif (Majas)
Menurut
Waluyo (2003:82) bahasa figuratif disebut majas atau bahasa kiasan yaitu bahasa
yang digunakan untuk mengungkapkan suatu makana secara tidak langsung. Bahasa
kiasan dapat mengefektifkan penyampaian makna dalam puisi. Adanya bahasa kiasan
ini menyebapkan puisi menjadi lebih prismatic artinya memancarkan banyak makna
atau kaya dengan makanya.
a.
Kiasan
(Gaya Bahasa)
Waluyo memiliki
pemahaman bahwa kiasan mempunyai makna lebih luas dengan gaya bahasa kiasan
karena mewakili apa yang secra tradisional disebut gaya bahasa secara
keseluruhan. Penggunaan kiasan untuk menciptakan efek lebih kaya, lebih efektif
dan lebih sugestif dalam bahasa puisi (Waluyo, 2003:83).
1.
Metafora
Metafora
adalah kiasan langsung, artinya benda yang dikiaskan itu tidak disebutkan (Waluyo,2003:84).
Berikut adalah metafora dari puisi “Negara Mainan”.
Bait (1): Atas nama profil dan pengentasan kaum
pengangguran
korporat datang ke hutan-hutan rimba perawan
sebab keuntungan telah
menguburkan bayangan duka perampasan
pohon-pohon bisa
tumbang dengan cek bernilai silahkan isi sendiri
Bait kesatu larik kedua hutan-hutan rimba perawan diartikan sebagai wilayah luas yang
ditumbuhi pepohonan lebat, satwa, ekosistem nan alami, asli dan belum pernah
dijamah oleh manusia.
Bait (3): Ada lagi serigala
berseragam buaya berpentung,
tikus militer apalah namanya
terserah mau kau panggil apa itu para
bajingan bersenjata
Atas nama ketertibaan
dan keamanan berdasarkan azas kerling mata
kongkalikong, kokong!
Siapa melawan demi
tanah adat, demi hutan adat, demi bumi, demi
identitas pasti
dihajar
Aparat militer cuman preman
milik negara, sumpah setia hirarkis
berubah kurang ajar
Penyair membandingkan hewan sebagai oknum
aparatur negara secara langsung dengan mendeskripsikan apa yang menjadi identik
pada oknum aparatur negara. serigala
berseragam, buaya berpentung, tikus militer.
Bait (5): Korporat, birokrat, dan aparat
Ketiga
primata ini memang keparat
Penyair menyamakan
korporat, birokrat dan aparat sebagai primata
atau binatang yang di perhalus dengan kata primata dan menyebut mereka keparat.
2. Personifikasi
Personifikasi
atau penginsanan merupakan gaya bahasa yang melekat pada sifat manusia tehadap
beda yang sesungguhnya tidak nyata juga memiliki ide yang abstrak. Sehingga,
gaya bahasa personifikasi bias membuat benda yang tidak bernyawa itu seolah
memiliki sifat manusia (Tarigan, 2013:17). Berikut majas personifikasi.
Bait (1): Atas nama profil dan pengentasan kaum
pengangguran
korporat datang ke hutan-hutan rimba perawan
sebab keuntungan telah
menguburkan bayangan duka perampasan
pohon-pohon bisa
tumbang dengan cek bernilai silahkan isi sendiri
Bait kesatu larik kedua hutan-hutan rimba perawan diartikan sebagai wilayah luas yang
ditumbuhi pepohonan lebat, satwa, ekosistem nan alami, asli dan belum pernah
dijamah oleh manusia.
Bait (3): Ada lagi serigala
berseragam buaya berpentung,
tikus militer apalah namanya
terserah mau kau panggil apa itu para
bajingan bersenjata
Atas nama ketertibaan
dan keamanan berdasarkan azas kerling mata
kongkalikong, kokong!
Siapa melawan demi
tanah adat, demi hutan adat, demi bumi, demi
identitas pasti
dihajar
Aparat militer cuman preman
milik negara, sumpah setia hirarkis
berubah kurang ajar
Penyair membandingkan hewan sebagai oknum
aparatur negara secara langsung dengan mendeskripsikan apa yang menjadi identik
pada oknum aparatur negara. serigala
berseragam, buaya berpentung, tikus militer. Selain itu penyair juga
menyelipkan kalimat sarkas pada bait
terakhir yakni
5)
Versifikasi
Bunyi
dalam puisi menghasilkan rima dan ritme. Versifikasi merupakan persajakan yang
mempengaruhi indahnya suatu puisi. Keindahannya dapat terlihat dari pengulangan
kata atau bunyi yang digunkan.verisifikasi memiliki bagian yakni rima dan
ritme.
1.
Rima
Rima
adalah pengulangan bunyi dalam puisi untuk membentuk musikalitas atau
orkestrasi. Dengan pengulangan bunyi itu, puisi menjadi merdu jika dibaca. Untuk
mengulang bunyi ini, penyair juga mempertimbangkan lambang bunyi. Dengan cara
ini, pemilihan bunyi-bunyi mendukung perasaan dan suasana puisi (Waluyo,
2003:84). Adapun rima yang digunakan dalam puisi “Trias Politika di Negeri
Rimba” sebagai berikut:
Bait
(1): Atas nama profil dan
pengentasan kaum pengangguran
korporat datang ke
hutan-hutan rimba perawan
sebab keuntungan telah
menguburkan bayangan duka perampasan
pohon-pohon bisa
tumbang dengan cek bernilai silahkan isi sendiri
Rima
yang sering muncul pada bait ke-1 yaitu /a/a/a/i/. pada bait tersebut terdapat rima
berangkai. Larik pertama, ketiga dan ketiga memiliki persamaan bunyi. a. Sedangkan larik keempat tidak
memiliki persamaan bunyi.
Bait (2): Pemerintah atas nama pendapatan
daerah dan peningkatan
kesejahteraan
investasi, hak olah,
hak guna dengan mudah diberi tanda tangan
persetujuan
Sebab kantong belum
lagi terisi, rasa teramat ringan
Birokrat, semua kepala
mereka dengan mudah merubah haluan
Rima
yang sering muncul pada bait ke-2 yaitu /a/a/a/a/.
pada bait tersebut terdapat rima terus. Larik pertama kedua, ketiga, da keempat
memiliki persamaan bunyi a.
Bait (3): Ada lagi
serigala berseragam buaya berpentung,
tikus militer apalah
namanya terserah mau kau panggil apa itu para
bajingan bersenjata
Atas nama ketertibaan
dan keamanan berdasarkan azas kerling mata
kongkalikong, kokong!
Siapa melawan demi
tanah adat, demi hutan adat, demi bumi, dem
identitas pasti dihajar
Aparat militer cuman
preman milik negara, sumpah setia hirarkis
berubah kurang ajar
Rima
yang sering muncul pada bait ke-3 yaitu g/a/g/a/a/pada
bait tersebut terdapat rima berselang . Larik kesatu dan ketiga memiliki
persamaan bunyi n. Sedangkan larik
kedua, keempat dan kelima memiliki persamaan bunyi a.
Bait (4): Ah, ini
trias politika gaya baru
Korporat, birokrat dan
aparat
Di Yamdena, Tana adat
Aru, Hutan Riau, Rimba Papua dan Kalimantan
Merekalah aktor-aktor
di balik setiap episode-episode perampasan
Dalang di belakang
hutan-hutan sekarat
Sutradara dibalik
kisa-kisa rakyat melarat
Manusia,
tumbuhan,hewan terselimuti asap lalu menjelma bangkai-bangkai berkarat
Rima
yang sering muncul pada bait ke-4 y aitu
a/a/a/a/a/a/a/. Pada bait
tersebut terdapat rima terui. Larik pertama, kedua, ketiga, keempat, kelima,
keenam dan ketujuh memiliki persamaan bunyi a.
Bait (5): Korporat,
birokrat, dan aparat
Ketiga primata ini memang keparat
Rima
yang sering muncul pada bait ke-5 yaitu /a/a/
pada bait tersebut terdapat rima terus. Larik pertama dan kedua memiliki
persamaan bunyi a
2.
Ritma
Ritma merupakan
pertentangan bunyi tinggi rendah, panjang pendek, keras lemah yang mengalun
dengan teratur dan berulang-ulanag sehingga
membentuk keindahan Waluyo (2003:94).
Atas nama profil dan
pengentasan kaum pengangguran/
korporat datang ke
hutan-hutan rimba perawan/
sebab keuntungan telah
menguburkan bayangan duka perampasan/
pohon-pohon bisa
tumbang dengan cek bernilai silahkan isi sendiri/
Pemerintah/ atas nama
pendapatan daerah dan peningkatan
kesejahteraan /
investasi/ hak olah/
hak guna/ dengan mudah diberi tanda tangan
persetujuan/
Sebab kantong belum
lagi terisi, rasa teramat ringan
Birokrat/ semua kepala
mereka dengan mudah merubah haluan
Ada lagi serigalah
berseragam buaya berpentung./
tikus militer apalah
namanya terserah mau kau panggil apa itu para
bajingan bersenjata/
Atas nama/ ketertibaan
dan keamanan berdasarkan azas kerling mata
kongkalikong, kokong/!
Siapa melawan demi
tanah adat/, demi hutan adat,/ demi bumi,/ demi
identitas pasti
dihajar/
Aparat militer cuman
preman milik negara/, sumpah setia hirarkis
berubah kurang ajar/
Ah, ini trias politika
gaya baru/
Korporat, birokrat dan
aparat/
Di Yamdena/, Tana adat
Aru/, Hutan Riau/, Rimba Papua dan Kalimantan/
Merekalah aktor-aktor
di balik setiap episode-episode perampasan/
Dalang di belakang
hutan-hutan sekarat/
Sutradara dibalik
kisa-kisa rakyat melarat/
Manusia/, tumbuhan/,
hewan terselimuti asap lalu menjelma bangkai-
bangkai berkarat/
Korporat, birokrat,
dan aparat/
Ketiga primata ini
memang keparat/
6)
Tata
Wajah (Tipografi)
Tipografi merupakan
pembeda yang penting antara puisi dengan prosa dan drama, baris puisi tidak
bermula dari tepi kiri dan berakhir ke tepi kanan baris. Hal ini disebut
sebagai eksistensif sebuah puisi. (Waluyo 2003:97).
Pada puisi Trias Politika di Negeri Rimba jenis
tipografi berbentuk bait-bait dan larik dalam setiap bait saling berhubugan
satu sama lain. Bentuk puisi tersebut disajikan secara rata dan terdiri atas 5
bait dan 22 larik. Tiap bait jumlah larik bervariasi dan ditulis dari tepi kiri
halaman sampai pertengahan bahkan lebih. Berikutnya, masing-masing bait terdiri
dari, bait pertama terdapat 4 larik, bait kedua memilik 6 larik, bait ketiga 9
larik, bait keempat terdiri atas 8 larik dan bait kelima mempunyai 2 larik.
4.2.2.2 Struktur Batin Sajak “Trias
Politika di Negeri Rimba”
Struktur batin yaitu struktur yang emngungkapkan hal yang hendak
dikemukakan oleh penyair dengan perasaan dan suasana jiwanya. Struktur batin
puisi meliputi : tema, perasaan pengarang, nada dan suasana dan amanat (Waluyo
1991:102).
1)
Tema
Tema merupakan
gagasan pokok atau subject-matter yang dikemukkan penyair, Menurut Waluyo
(1991:106-107). Gagasan pokok inilah yang menjadi dasar utama pengucapannya. Tema dari Sajak “Trias
Politika di Negeri Rimba” karya Revelino Berivon Nepa menggunakan tema Kedaulatan Rakyat lebih cendrung
meberikan kritik dalam menantang kekuasaan atau penjajahan yang
sewenang-wenang. Sajak ini memuat tentang kritikan terhadap tindakan
Pemerintah, yang tidak bertanggung jawab untuk alam. Hal ini dapat dilihat
pada penggalan puisi pada bait ke-3 dan ke-4.
Bait
(3): Ada lagi serigalah
berseragam buaya berpentung,
tikus militer apalah
namanya terserah mau kau panggil apa itu para
bajingan bersenjata
Atas nama ketertibaan
dan keamanan berdasarkan azas kerling mata
kongkalikong, kokong!
Siapa melawan demi
tanah adat, demi hutan adat, demi bumi, demi
identitas pasti
dihajar
Aparat militer cuman
preman milik negara, sumpah setia hirarkis
berubah kurang ajar
Bait (4): Ada lagi
serigalah berseragam buaya berpentung,
tikus militer apalah
namanya terserah mau kau panggil apa itu para
bajingan bersenjata
Atas nama ketertibaan
dan keamanan berdasarkan azas kerling mata
kongkalikong, kokong!
Siapa melawan demi
tanah adat, demi hutan adat, demi bumi, demi
identitas pasti
dihajar
Aparat militer cuman
preman milik negara, sumpah setia hirarkis
berubah kurang ajar
2)
Perasaan
Perasaan
merupakan isi hati penyair saat mengungkapkan isi hatinya (Waluyo 1991:134).
Perasaan memiliki tipe-tipe berupa sedih, kecewa, terharu, beni, rindu, cinta,
senang, bahagia, ataupun perasaan lainnya.
Dalam puisi Trias Politika
di Negeri Rimba, Perasaan yang dialami penyair ialah kekecewaan dan keresahaan. Perasaan
kecewa ditunjukan pada bait ke-4 sedangkan Perasaan resah penyair tertuang pada
bait ke-2 terhadap permasalahan masyarakat adat tentang perampasan hak adat
pada daerah-daerah di Indonesia dan penulis mencoba menyuarakan aspirasi
masyarakat dalam menuangkan dalam sajak tersebut.
Baut (2): Pemerintah
atas nama pendapatan daerah dan peningkatan kesejahteraan
investasi, hak olah,
hak guna dengan mudah diberi tanda tangan persetujuan
Sebab kantong belum
lagi terisi, rasa teramat ringan
Birokrat, semua kepala
mereka dengan mudah merubah haluan
Bait (4):
Dalang di belakang hutan-hutan sekarat
Sutradara dibalik kisa-kisa rakyat melarat
Manusia, tumbuhan,hewan terselimuti asap lalu
menjelma bangkai-bangkai berkarat
3) Nada dan Suasana
Nada merupakan sikap
penyair terhadap pembaca, sedangkan suasana adalah keaddan jiwa pembaca stelah
membaca puisi tersebut. Nada dan suasana puisi saling berhubungan karena nada
puisi menimbulkan suasana terhadap pembaca (Waluyo 1991:125).
Nada dan suasana yang dialami pada puisi Sajak Trias Politika di Negeri Rimba karya Revelino Berivon Nepa ialah
marah, prihatin dan resah.
4)
Amanat
Puisi Trias Politika di Negeri Rimba ditujukan
kepada oknum pemerintahan yang melakukan tindak kolusi dan menggunakan
kekuasaannya demi kepentingan pribadi maupun kelompok. Trias Politika di Negeri Rimba digambarkan sama halnya dengan Trias
Politika yang dianut oleh negara Indonesia yaitu pemisahan kekuasaan
pemerintahan dalam suatu negara dan memiliki tanggung jawab yang terpisah dan
independen. Penyair mencoba menyiratkan dan menyesuaikan maknanya dengan
konteks puisi yang dibuat yakni Eksekutif, Legislatif dan Yudikatif. Dimana penyair melambangkan
korporat sebagai pemegang kekuasaan eksekutif, birokrat sebagai penguasa
legislatif dan Aparat sebagai pemegang kekuasaan yudikatif yang ketiga oknum
tersebut dititik berat sebagai akar masalah yang sastarawan coba sampaikan
kedalam setiap bait di puisinya.
Istilah pemerintahan yang dimuat didalam sajak Tria Politika di
Negeri Rimba secara langsung mengelompokan oknum pemerintah dengan tiga sebutan
yakni koorporat, birokrat dan aparat. Ketiganya merupan entitas penting dalam
suatu negara dan Revelino Berivon Nepa menjelaskannya dalam cakupan yang lebih
kecil dalam suatu daerah. Realita yang dialami Revelino sebagai pemuda Maluku
membuat ia tergerak dalam menyuarakan permasalahan regional yang dialami dan
dituangkan kedalam puisi miliknya, sehingga dapat di pahami dan dimaknai dalam
perkembangan permasalahan lingkungan yang dialami.
Sajak Trias Politika di
Negeri Rimba ditujukan kepada oknum pemerintahan yang melakukan tindak kolusi
dan menggunakan kekuasaannya demi kepentingan pribadi maupun kelompok. Trias
Politika di Negeri Rimba digambarkan sama halnya dengan Trias Politika yang
dianut oleh negara Indonesia yaitu pemisahan kekuasaan pemerintahan dalam suatu
negara dan memiliki tanggung jawab yang terpisah dan independen. Penyair
mencoba menyiratkan dan menyesuaikan maknanya dengan konteks puisi yang dibuat
yakni Eksekutif, Legislatif dan Yudikatif.
Dimana penyair melambangkan korporat sebagai pemegang kekuasaan eksekutif,
birokrat sebagai penguasa legislatif dan Aparat sebagai pemegang kekuasaan
yudikatif yang ketiga oknum tersebut dititik berat sebagai akar masalah yang
penyair coba sampaikan kedalam setiap bait di puisinya.
4.1.2
Analisis Hubungan
Intertektualitas Sajak “Negara Mainan” Karya Eko Saputra Poceratu dan “Sajak
Trias Politika di Negeri Rimba” Karya Revelino Berivon Nepa.
4.1.2.1 Hubungan Struktur Formal
Kedua sajak memiliki tiga
bagian berupa introduksi atau pembuka, isi, dan penutup. Bagian pembuka dari
kedua sajak tersebut dapat di lihat di bawa ini:
Negara Mainan Bung
karno, sekarang negaramu mirip pesawat kertas Negaramu dibuat
makin tipis, makin ringan. Terbang
dijadwalkan, arahnya diatur-atur, ke sana
kemari semacam cacing kena kapur! |
Trias Poltika di Negeri Rimba Atas
nama profil dan pengentasan kaum pengangguran korporat datang
ke hutan-hutan rimba perawan
sebab keuntungan telah menguburkan bayangan duka perampasan pohon-pohon bisa tumbang
dengan cek bernilai silahkan isi sendiri |
Pada bagian pembukaan
kedua sajak ini yaitu memaparkan kejadian yang terjadi. Pada sajak “Negara
Mainan” penyair merujuk pada sosok bung karno yang adalah presiden pertama dan
tokoh yang memprakarsai di bentuknya negara Indonesia. Ciri-ciri negara yang
mulai berubah system dan tatanannya dijelaskan dalam sebuah kiasan pesawat kertas
pada bagian pembuka penyair merasa kecewa terhadap kenyataan yang dilihat.
Sedangkan dalam sajak “Trias Politika di
Negeri Rima” pengarang mencoba menjelaskan keresahannya terhadap alasan
karporat dating dan melakukan kegiatan kerusakan hutan dengan cara menebang
pohon sehingga mendapatkan keuntungan dari hasil tindakan kejahatan yang di
buat.
Bagian isi kedua puisi
tersebuat akan penulis paparkan di bawah ini:
Negara Mainan Aduh, kita harus
bagaimana? Meremas dada garuda Bukan solusi
menyadarkan Indonesia benar? Merobek undang-undang
dasar bukan solusi
mengingatkan Indonesia besar? Membakar istana
presiden bukan akhir kisah
penerbangan Indonesia! Sudah jelas benar. Bung, negaramu kini
makin ulet ikut lomba mencuri! Bibit pencuri ini
masuk di kemaluan pencuri, lahir dari rahim
pencuri, besar diasuh pencuri, diasah kemampuan
mencuri, digembleng seperti mariner, ninja berdasi,
merampas milik ibu sendiri, ibu pertiwi. Bagaimana tidak
dapat gelar juara mencuri? Bung, negaramu suka
main perang-perangan, main
tangkap-tangkapan, apalagi main bongkar
pasang jebakan! Main baku tembak
antar polisi dan tentara. Hari ini satu
tentara kena pukil, besoknya lima kantor
polisi terbakar hangus, dihantam balas
dendam pasukan khusus. Hari ini satu
pejabat bunuh pejabat lain karena merasa
tersaingi, besoknya yang
ditangkap adalah orang lain yang tak
bersalah, sudah dibayar jadi
kambing hitam. Hari ini pelaku bom
bunuh diri berhasil menewaskan
ribuan orang, setelah diselidiki
ternyata pelakunya oknum
pemerintah Hari ini warga
tewas, besoknya warga lain
tewas, lusanya tewas juga, setelah diselidiki ternyata tewas
karena peluru nyasar para tentara yang
latihan menembak . Hari ini koruptor
ditangkap, besok yang masuk
berita, media cetak, media
elektronik bukannya dia, malah nenek-nenek
yang curi kelapa karena tidak punya
uang untuk biaya sekolah cucunya. Bung, bung, kasihan
bung! Seandainya kau masih
hidup Pasti kau kenal
serangan jantung Pasti kau jadi mayat
hidup! Bung, negaramu juga
suka main tanam janji! Pejabat-pejabat
pemerintahmu suka sesumbar kepada
rakyat. Hari ini diadakan
besar di gedung DPR-MPR, akan dibahas kasus
korupsi, masalah kemiskinan
dan pengangguran, masalah kriminal
yang meningkat besoknya semua
anggota dewan tidur diatas meja rapat sampai lahurnya
menetes ke lantai seperti anak ayam
turun praktek. Hari ini
diberdayakan semua keluarga miskin supaya negara maju
bangsa makmur Besoknya yang
dicairkan adalah berita penahanan
pejabat, lagi-lagi dananya
sudah ditelan diam-diam! Hari ini akan
ditingkatkan kesejahteraan rakyat, dengan adanya
program KB supaya mengurangi
angka kemiskinan. Besoknya anak
pejabat lahir sampai sembilan Sebab mereka begitu
bernafsu untuk meneruskan
generasi pencuri unggulan. Hari ini Israel
Palestina baku bom, sekejap presiden
mengirimkan pasukan Garuda. Padahal,
kerusuhan-kerusuhan di tanah sendiri masih belum tuntas,
masih jadi masalah besar, masih dikuasai
provokator dan teroris biadap! Betapa murah hatinya
bapak negara kita. bung, bung, bung!
Tragis bung! Sadis bung! Seandainya kau masih
hidup Pasti kau langsung
serangan jantung! |
Trias Poltika di Negeri Rimba Pemerintah atas nama
pendapatan daerah dan peningkatan kesejahteraan investasi, hak olah,
hak guna dengan mudah diberi tanda tangan persetujuan Sebab kantong belum
lagi terisi, rasa teramat ringan Birokrat, semua
kepala mereka dengan mudah merubah haluan Ada lagi serigala
berseragam buaya berpentung, tikus militer apalah
namanya terserah mau kau panggil apa itu para bajingan bersenjata Atas nama
ketertibaan dan keamanan berdasarkan azas kerling mata kongkalikong,
kokong! Siapa melawan demi
tanah adat, demi hutan adat, demi bumi, demi identitas pasti
dihajar Aparat militer cuman
preman milik negara, sumpah setia hirarkis berubah kurang ajar |
Bagian isi sajak “Negara Mainan” menyebutkan oknum-oknum pemerintahan seperti
pejabat, polisi, tentara dan anggota DPR-MPR. Penyebab dari berbagai keresahan
penulis terhadap negara Indonesia yang berjalan tidak sesuai dengan aturan,
kebijakan bahkan tindakan-tindakan yang diatur dalam peraturan perundang-undangan
dan norma yang berlaku di Indonesia. Realita permasalahan sosial, politik dan
hukum yang terjadi di Indonesia yang menjadi inti Sajak “Negara Mainan”.
Kondisi inilah yang diangkat dan menjadi keprihatinan bagi seluruh rakyat
Indonesia, rendahnya kesadaran pemangku kepentingan dalam mengemban kekuasaan
yang dipercayakan masyarakat dan bertindak semena-mena seakan menutup mata
terhadap segala kondisi yang di alami masyarakat.
Sedangkan bagian isi sajak “Trias Politika di Negeri Rimba”
secara langsung mengelompokan oknum pemerintah dengan tiga sebutan yakni
koorporat, birokrat dan aparat. Ketiganya merupan entitas penting dalam suatu
negara. Sajak ini ditujukan kepada oknum
pemerintahan yang melakukan tindak kolusi dan menggunakan kekuasaannya demi
kepentingan pribadi maupun kelompok. Digambarkan sama halnya dengan Trias
Politika yang dianut oleh negara Indonesia yaitu pemisahan kekuasaan
pemerintahan dalam suatu negara dan memiliki tanggung jawab yang terpisah dan
independen. Penyair mencoba menyiratkan dan menyesuaikan maknanya dengan
konteks yang dibuat yakni Eksekutif, Legislatif dan Yudikatif. Dimana penyair melambangkan
korporat sebagai pemegang kekuasaan eksekutif, birokrat sebagai penguasa
legislatif dan aparat sebagai pemegang kekuasaan yudikatif yang ketiga oknum
tersebut dititik berat sebagai akar masalah yang penyair coba sampaikan kedalam
setiap bait dalam puisinya.
Bagian penutup kedua sajak dapat di lihat di bawa ini:
Negara Mainan Betapa murah hatinya bapak negara kita. bung, bung, bung! Tragis bung! Sadis bung! Seandainya kau masih hidup Pasti kau langsung serangan jantung! |
Trias Poltika di Negeri
Rimba Ah, ini trias politika gaya baru Korporat, birokrat dan aparat Di Yamdena, Tana adat Aru, Hutan Riau, Rimba Papua dan Kalimantan
Merekalah aktor-aktor di balik setiap episode-episode
perampasan Dalang di belakang hutan-hutan sekarat Sutradara dibalik kisa-kisa rakyat melarat Manusia, tumbuhan,hewan terselimuti asap lalu menjelma
bangkai- bangkai berkarat Korporat, birokrat, dan aparat Ketiga primata ini memang keparat |
Bagian
penutup kedua puisi tersebut menunjukan persamaan yakni adanya kalimat
kekecewaan dan tekanan dalam pengucapan yang menunjukan tidak nyamannya dan
tidak rela penyimpangan-penyimpangan yang terjadi untuk masing-masing masalah
yang dijelaskan. Pada sajak “Negara Mainan” yang pertama secara jelas pengarang
mengungkapkannya dalam tiap larik dan sajak “Trias Politika Di Negeri Rimba” pengarang
dengan tegas menyebutkan oknum penyebab terjadinya hutan di tebang serta
menyebutkan lokasi dan kenyataan pahit yang harus dihadapi oleh masyarakat
maupun sumberdaya alam yang dilukai.
Adapun
kesamaan kata kunci yang dimiliki kedua sajak ialah kata Pemerintah yang menunjukan kemiripan yang kuat.
Negara Mainan |
Trias Politika di Negeri Rimba |
Bung, negaramu juga suka main tanam janji! Pejabat-pejabat pemerintahmu
suka sesumbar kepada rakyat. (Larik 51-53) |
Pemerintah atas
nama pendapatan daerah dan peningkatan kesejahteraan investasi, hak olah, hak guna dengan mudah diberi tanda
tangan persetujuan Sebab kantong belum lagi terisi, rasa teramat ringan Birokrat, semua kepala mereka dengan mudah merubah haluan. (Bait ke 2) |
Pemerintah menjadi sosok
utama yang disebuat oleh kedua pengarang dengan secara langsung maupun tidak
langsung dikritik berbagai kegiatan, masalah masyarakat yang dihadapi maupun
berbagai tindakan yang menyeleweng dan tidak sesuai dengan aturan yang berlaku di
dalam negara Indonesia.
4.2.3.2
Hubungan Model
Kedua puisi ini sama-sama mengkritik, mencibir dan kecewa
terhadap tindakan oknum pemerintahan dan aparatur negara yang dianggap wakil
rakyat mengeyampingkan tugas dan kewajiban yang dipikul dan diambil demi
kepentingan masyarakat bersama. Pada Sajak “Negara Mainan” karya Eko Putra
Poceratu menggambarkan berbagai rentetan kegiatan oknum pemerintahan yang tidak
sesuai dengan apa yang seharusnya dilakukan sebagai tokoh didalam masyarakat
yang mengemban tugas dalam memegang integritas sebagai wakil rakyat yang
bertanggung jawab malah sebaliknya sibuk mengambil keuntungan sendiri. Sajak
Negara Mainan mengkritik para pemangku hirarki kekuasaan di negara Indonesia
dengan menyebutkan salah satu pendiri Indonesia yakni Bung Karno alih-alih
mengkritik konstitusi, lambang negara, pemimpin negara bahkan sistem
pemerintahan yang sementara terjadi, hal ini terlihat pada larik berikut
Aduh, kita harus bagaimana? /Meremas dada
garuda/ Bukan solusi/menyadarkan Indonesia benar?/Merobek undang-undang
dasar/bukan solusi mengingatkan Indonesia besar?/Membakar istana presiden
/bukan akhir kisah penerbangan Indonesia! /Sudah jelas benar.
Sementara dalam pandangan Revelino, pengkritikan yang terjadi
dilatar belakangi oleh pengambilan hak adat berupa sumberdaya yang dikerus pada
daerah-daerah yang memiliki hutan rimba sebagai jantung negeri mereka. Revelino
mengerucutkan oknum pemerintah yang terlibat dalam pengambilan hak rakyat di
negeri atau desa-desa demi urusan finansial beberapa kelompok dengan dalih
pendapatan daerah dan peningkatan kesejahteraan masyarakat bahkan ia
menjelaskan akibat yang dialami rakyat berupa tindakan kekerasan jika melawan
dan tidak mengikuti perintah oknum pemerintah, bagaikan pemerintah otoriter
pada negara komunis padahal Indonesia menganut sistem pemerintahan demokrasi.
terlihat jelas pada larik Revelino
Berivon Nepa berikut Siapa melawan demi
tanah adat, demi hutan adat, demi bumi, demi identitas/ pasti dihajar. Ia
pun secara sistematis memasukan 3 oknum yang baginya ia sebut Trias Politika
yakni Korporat (bait ke-1), Birokrat (bait ke-2), Aparat (bait ke-3) dengan menghantarkan
pembaca menjelaskan tindakan mereka bagi
negeri adat.
4.2.3.3
Hubungan Matriks
Puisi merupakan hasil dari penjabaran
sebuah matriks. Matriks ini dapat berupa satu kata, gabungan kata, bagian
kalimat atau kalimat sederhana, yang dijabarkan menjadi satu penjabaran yang
lebih panjang dan kompleks (Riffaterre, 1978: 25). Itu berarti, matriks memberi
makna kesatuan sebuah puisi, sehingga dengan diketahuinya matriks pada puisi,
dapat menunjukan kepada pembaca tentang tema puisi tersebut. Perbedaan yang
ditonjolkan dari kedua puisi, berdasarkan pandangan Eko negara Indonesia yang dahulu
merupakan negara yang taat akan hukum namun berbeda dengan sekarang negara
mulai mengarah kearah yang tidak sesuai dengan aturan yang berlaku dan dimulai
dari hirarki tertinggi pemerintah sampai yang terendah dan terjadinya
kesenjangan sosial, kriminalitas, diskriminasi, korupsi, nepotisme, terorisme
dan masalah sosial seperti kemiskinan, pengangguran dan kesejahteraan sosial.
sementara menurut Revalio perubahan sikap pemerintah tercermin dalam tindakan
pemerintah berupa konflik daerah yang terjadi berupa kebebasan Hak Asasi
Manusia (HAM) di kekang dan terjadinya deforestasi
di daerah-daerah terpencil di Indonesia demi kepentingan korporat.
4.2.3.4
Hubungan Makna
Makna dari kedua Sajak “Negara Mainan” dan
Trias Politika di Negeri Rimba memiliki kesamaan yakni sama-sama mengkritisi
tindakan oknum dan jajaran pemerintah yang menyalagunakan kekuasaan,
kewenangan, kesempatan yang ada karena jabatan atau kedudukan yang merugikan
keuangan negara atau perekonomian negara demi keuntungan perseorangan atau
kelompok tertentu. Sementara yang membedakannya pada Sajak “Negara Mainan”, Eko
Putra Poceratu meruntutkan penyalahgunaan yang dilakukan pemerintah secara umum
dan dipengaruhi oleh tempat ia dibesarkan yaitu di kota Ambon dengan berbagai
perkembangan yang terjadi dan bahkan setiap tindak tanduk dari para oknum
pemerintah bagi masyarakat banyak. sementara pada puisi Trias Politika di
Negeri Rimba, Revelino Berivon Nepa memprotes tindakan
investor yang bekerja sama dengan pemerintah lokal dalam melakukan
penyalagunaan kekuasaan pada lingkungan adat yang menjadi harta miliki suatu
negeri demi kepentingan pribadi maupun kelompok tertentu dengan dalih peningkatan
kesejahteraan, investasi, hak olah, hak guna.
BAB V
PENUTUP
5.1 Simpulan
Berdasrakan
pembahasan diatas dapat disimpulkan bahwa suatu teks sajak yang dibuat sering
dipengaruhi oleh keadaan disekitar pengarang sehingga sajak yang dibuat
memiliki kesamaan bahkan perbedaan yang mencolok baik itu tokohnya,
tindakannya, konflik yang terjadi bahkan implementasi terkait dengan
fakta-fakta yang terdapat disekitar pengarang. Struktur puisi yang diteliti
meliputi struktur fisik dan struktur batin. Untuk struktur fisik puisi, Diksi
yang digunakna oleh kedua puisi ialah diksi sinonim dengan memasukan makna
dalam larik puisi. Pengimajian kedua puisi yakni imaji visual dan imaji rasa,
kata kongkrit yang digunakan kedua puisi pun menegaskan tokoh-tokoh yang
dimaksud pengarang, ada empat majas yang digunakan pada kedua puisi yakni
perumpamaan epos, personifikasi, majas klimaks dan metafora. Rima atau ritma
yang digunakan kedua puisi ialah rima bebas tanpa memperhatikan aturan rima
dalam sebuah puisi, kedua puisi menggunakan tipografi huruf besar kecil dengan
masing-masing bait dan lirik yang disajikan pengarang untuk pembaca.
Sementara kedua puisi
memiliki tema kritikan terhadap pemerintah dan yang membedakan pada puisi Trias
Politikan di Negeri Rimba memfokuskan kritikan kepada pemerintah terhadap
lingkungan. Perasaan yang ditunjukan oleh kedua pengarang hamper sama yakni
resah, kecewa dan geram. Nada dan suasana kedua puisi yakni menyindir,
mengejek, marah dan prihatin. Amanat yang disampaikan dari puisi Negara Mainan
ialah banyaknya masalah sosial, isu sosial, tindak korupsi, kolusi, terorisme
dan kriminalitas yang terjadi di dalam suatu negara yang berdampak pada
masyarakat akibat ulah oknum pemangku kepentingan. Amanat dari puisi Trias
Politika di Negeri Rimba ialah lingkungan alam yang menjadi korban keserakahan
pemangku kepentingan untuk mendapatkan keuntungan dan menyuarakan aspirasi
masyarakat yang menjadi kerisauan hati pengarang
Secara intertekstual
kedua puisi memiliki kesejajaran makna dan menyebutkan tokoh-tokoh yang
bertanggung jawab atas segala kejadian yang merugikan negara, masyarakat dan
alam serta tema kedua puisi tentang kritikan terhadap Pemerintah Indonesia dan
disajikan oleh kedua pengarang secara terstruktur dan berurutan sehingga dapat dipahami oleh
pembaca.
5.2 Saran
Berdasarkan hasil penelitian ini hal yang
dapat disarankan ialah
1. Penelitian ini dapat menjadi referensi dan
bahan perbandingan untuk penelitian lainnya.
2. Penulis berharap adanya penelitian
lanjutan mengenai analisis intertekstual pada puisi-puisi milik anak daerah
yang dibahas dan dikaji secara meyeluruh menggunakan metode-metode terbaru.
Komentar
Posting Komentar